"Memang tidak ada paksaan. Tetapi kalau sudah guru mata pelajaran yang bersangkutan atau wali kelas yang memasarkan buku, maka perasaan tertekan pasti dirasakan murid atau siswa," kata Suri.
"Tidak dapat dipungkiri bahwa guru atau wali kelas yang membantu memasarkan buku mendapatkan perangsang dari perusahaan penerbit sehingga disinyalir ada kolusi untuk mendapatkan marjin keuntungan,"tambahnya.
Oleh karena itu, selain DPRD yang melakukan kontrol, Dinas Pendidikan Kota Kendari maupun Dinas Pendidikan Sultra melakukan pengawasan dan meminta dikeluarkan edaran secara tegas agar guru tidak menjual buku di dalam sekolah. Selain bisnis buku mata pelajaran, juga pungutan dengan dalih belanja pakaian seragam maupun pakaian praktek harus dipantau agar tidak memberatkan orangtua siswa.
"Bagi orang tua siswa yang mampu secara ekonomi tidak masalah. Tetapi bagi yang kurang mampu bisa jadi menjadi penyebab putus sekolah," kata politisi Partai Demokrat tersebut.
Kepala Dinas Pendidikan Kota Kendari, Kasman Arifin mengatakan pihak sekolah diimbau agar tidak bekerjasama dengan penerbit dalam hal bisnis buku karena merusak citra guru dan sekolah.
"Sekadar memfasilitasi adanya siswa atau orang tua yang ingin belanja buku sah-sah saja. Tetapi jangan ada guru yang mendaftar siswa yang mau belanja buku atau tidak karena mengandung tekanan," kata Kasman.
Sumber : ANT
Sumber : edukasi.kompas.com (18 Juli 2011)
#Kritik dan Saran