Pelajaran dari Gedung Terhormat

Pelajaran dari Gedung Terhormat - Indonesia BorneoMENDIANG KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, mantan Presiden Republik Indonesia pernah bertutur sinis terhadap wakil-wakil rakyat yang duduk di DPR. Bahwa perilaku mereka mirip anak-anak TK. Tentu ini bukan singkatan Taufik Kiemas, melainkan singkatan taman kanak-kanak.

Namanya murid TK, pasti imut, lucu. Gerik geriknya bikin gemes, celotehannya sering membuat tawa geli. Meski demikian tidak jarang anak-anak TK itu membuat otak kita pusing tujuh keliling. Harap maklum saja, namanya anak TK.

Persoalannya menjadi sangat berbeda ketika anggota Dewan yang terhormat itu kemudian mendapat predikat baru dan derajat berpikir serta perilakunya dimirip-miripkan dengan bocah- bocah taman kanak-kanak.

Barangkali Gus Dur tidak berlebih. Lewat sebuah kacamata imajiner di alam baka sana, barangkali Gus Dur masih bisa mesem, ketika melihat ulah para anggota dewan kita yang sekarang sedang bersarang di gedung wakil rakyat nan megah. Kemegahan gedung DPR di Senayan pun masih dimegahkan lagi, lewat sebuah pembangunan 'sarang baru' yang luar biasa megahnya dengan anggaran antara Rp 1,3 - 1,6 triliun.

Lho anak TK mana punya bangunan semegah itu! Tentu tidak ada selain DPR kita. Meski sudah diiingatkan oleh banyak pihak agar tidak membangun gedung baru, toh nyatanya nafsu pimpinan dewan dan mayoritas besar anggotanya tetap ingin bikin sarang baru yang lebih megah.

Ya, sekali lagi menggelikan juga. Mereka ngeyel, menampik semua saran agar tidak membangun gedung baru. Barangkali pembangunan gedung itu kelak bisa membahagiakan mereka, meski tidak harus ada kewajiban berdampak langsung terhadap kesejahteraan rakyat.

Tontonan menarik lain yang diperlihatkan oleh oknum wakil rakyat di Indonesia adalah kegemarannya berbohong dan suka duwit termasuk uang rakyat, bansos, subsidi, suap dan korupsi yang sifatnya haram dan melanggar hukum.

Susah begitu banyak contoh kasus bagaimana puluhan bahkan ratusan wakil rakyat yang terhormat itu akhirnya harus mengakhiri tugasnya di balik jeruji penjara. Terakhir, 28 Januari 2011 kemarin. KPK telah mencokok sebanyak 19 orang mantan dan anggota aktif DPR RI yang tersangksu kasus penerimaan traveller checque dalam pengkatan Deputy Bank Indonesia, Miranda S Goeltom.

Seperti biasa, dewan yang selama ini diniali sebagai lembaga 'mencak-mencak', seolah-oleh sebuah lembaga paling suci dan agung memberikan reaksi sangat keras atas penangkapan anggota dewan itu.

Kasus hukum itu oleh mereka yang disokong partainya selalu memindahkan urusan itu ke ranah politik. Politisi yang ditangkapi itu tentu saja mengelak aas tuduhan penyuapan. Mereka tidak memberikan jawaban hukum tetapi menggeser persoalannya ke arah politisasi.

Bahkan mantan Menteri Negara Perencanaan dan Ketua Bappenas Paskah Suzetta pun sesumbar akan melawan atas penangkapan itu. Kemudian diwujudkan dalam bentuk pra-peradilan terhadap KPK. Tetapi perlawanan yang tampak kuat adalah ketika Komisi III 'mengusir' dua Komisioner KPK Bibit Samad Rianto dan Chandra Hamzah agar keluar dari rapat kerja dengan dewan.

Sungguh perilaku lembaga --khususnya komisi III-- yang mempertotonkan sinteron bocah-bocah TK di gedung lembaga wakil rakyat. Komisi III menunjukkan sikap sok kuasa, sok suci, sok paling hebat, sok paling taat hukum dan sok pintar. Padahal sebaliknya, sikap itu menunjukkan bahwa lembaga wakil rakyat itu tidak tampak berkuasa terutama bila 'menghadapi uang', tidak pula suci karena sudah banyak bukti oknum dewan tersangkut kasus seksual, sogok, bohong, dan koruptif.

Dewan juga tidak hebat dan tidak juga pintar, karena begitu banyak UU yang dihasilkan selalu saja mudah diterobos dan dilanggar dalam penerapan. Meski punya hak budgetter, ternyata DPR sampai sekarang tidak pernah menghasilkan APBN yang berpihak pada pembangunan, selalu saja belanja rutin selalu lebih besar dari belanja pembangunan.

Lebih konyol dan arogan adalah pernyataan Ruhut Sitompul. Anggota dewan ini melontarkan kata-kata 'goblog' yang diarahkan kepada Sri Sultan Hamengku Buwono X dan Tantowi Yahya anggota DPR. Karena keduanya memberikan statemen bahwa kasus gerakan massal Tunisia dan Mesir bisa menular ke Indonesia.

Sampai saat ini, lembaga terhormat itu secara jelas dan nyata memberikan contoh dan perilaku buruk kepada rakyat Indonesia. Rakyat tidak memperoleh pendidikan politik apalagi pendidikan budi pekerti yang baik. Dari gedung terhormat itulah kerusakan bangsa dan negara ini diproduksi. (*)

Penulis : Priyo Suwarno
Editor : Priyo Suwarno
Sumber : Tribun Kaltim

Sumber : kaltim.tribunnews.com (2 Februari 2011)

Baca juga :
- Psikolog: Anggota DPR Memang "Gatel"!
- DPR tak Punya `Sense of Crisis`
- Penghuni Miring di Gedung Tegak
- Kebusukan di Senayan
- Rakyat Jelas-Jelas Menolak Gedung Baru DPR
- Anggota DPR Tertangkap Basah Nonton Video Porno di Paripurna
©Terima kasih telah membaca Blog Ardiz Borneo dengan judul "Pelajaran dari Gedung Terhormat". Semoga betah di Blog Ardiz Borneo®

Artikel Terkait