SALAH SATU TRADISI ATAU KEBIASAAN MASYARAKAT INDONESIA KETIKA MENJELANG RAMADHAN, YAKNI ZIARAH KUBUR.
Sebagian orang melarang dengan alasan "Ziarah kubur kapanpun boleh, kenapa harus menjelang bulan Ramadhan, kenapa harus mengkhususkan pada hari tertentu", dan alasan ini mereka jadikan kaidah untuk melarang amaliah lainya.
IMAM IBNU KATSIR Rahimahullah ketika menafsirkan [QS. Ar-Ra'd : 24], beliau mengatakan:
وقد جاء في الحديث أن رسول الله صلى الله عليه وسلم كان يزور قبور الشهداء في رأس كل حول، فيقول لهم : ''سَلَٰمٌ عَلَيْكُم بِمَا صَبَرْتُمْ ۚ فَنِعْمَ عُقْبَى ٱلدَّارِ'' وكذا أبو بكر، وعمر، وعثمان.
Dan disebutkan dalam hadits bahwa RASULULLAH Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam senantiasa menziarahi kuburan para syuhada setiap awal tahun, lalu beliau mengucapkan kepada mereka : Salam sejahtera atasmu karena kesabaranmu, maka alangkah nikmatnya tempat kesudahan itu, dan hal itu dilakukan juga oleh Abu Bakar, Umar dan Utsman.
[Tafsir Ibnu Katsir : QS. Ar-Ra'd, Ayat 24]
Dari ABDULLAH BIN DINAR Radhiallahu 'Anhu, dia berkata :
عن عبد الله بن عمر أن رسول الله صلى الله عليه وسلم كان يأتي قباء يعني كل سبت كان يأتيه راكبا وماشيا. قال ابن دينار وكان ابن عمر يفعله.
Dari Abdullah Bin Umar bahwa RASULULLAH Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam biasanya mendatangi masjid Quba yakni setiap hari sabtu dengan berkendaraan atau berjalan kaki, Ibnu Dinar juga berkata bahwa Ibnu Umar pun senantiasa melakukannya.
[HR. Muslim : No. 1399].
IMAM NAWAWI Rahimahullah mengatakan :
وقوله "كل سبت" فيه جواز تخصيص بعض الأيام بالزيارة، وهذا هو الصواب وقول الجمهور، وكره ابن مسلمة المالكي ذلك، قالوا : لعله لم تبلغه هذه الأحاديث. والله أعلم.
Perkataanya "Setiap Sabtu", maka di dalamnya ada (dalil) kebolehan mengkhususkan sebagian hari untuk berziarah, inilah yang benar dan merupakan pendapat Jumhur, Ibnu Maslamah Al-Maliki memakruhkan hal itu dan mereka (para ulama) berkata bahwa kemungkinan hadits-hadits ini belum sampai kepadanya. Wallahu A'lam.
[Syarh Shahih Muslim : Jilid 9, Halaman 171]
Dengan redaksi yang sedikit berbeda Dari ABDULLAH BIN DINAR Radhiallahu 'Anhu, dia berkata :
عن ابن عمر رضي الله عنهما قال : كان النبي ية يأتي مسجد قباء كل سبت ماشيا وراكبا، وكان عبد الله رضي الله عنه يفعله.
Dari Ibnu Umar Radhiallahu 'Anhuma dia berkata : NABI Shallallahu 'Alaihi Wasallam selalu mendatangi Masjid Quba setiap hari sabtu dengan berjalan kaki maupun berkendaraan, dan Abdullah (Bin Umar) Radhiyallahu 'Anhu juga biasa melakukannya.
[HR. Bukhari : No. 1193]
IMAM IBNU HAJAR AL-ASQALANI Rahimahullah mengatakan :
ﻭﻓﻲ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﺤﺪﻳﺚ ﻋﻠﻰ ﺍﺧﺘﻼﻑ ﻃﺮﻗﻪ ﺩﻻﻟﺔ ﻋﻠﻰ ﺟﻮﺍﺯ ﺗﺨﺼﻴﺺ ﺑﻌﺾ ﺍﻷﻳﺎﻡ ﺑﺒﻌﺾ ﺍﻷﻋﻤﺎﻝ ﺍﻟﺼﺎﻟﺤﻪ ﻭﺍﻟﻤﺪﺍﻭﻣﻪ ﻋﻠﻰ ﺫﻟﻚ، ﻭﻓﻴﻪ ﺃﻥ ﺍﻟﻨﻬﻲ ﻋﻦ ﺷﺪ ﺍﻟﺮﺣﺎﻝ ﻟﻐﻴﺮ ﺍﻟﻤﺴﺎﺟﺪ ﺍﻟﺜﻼﺛﻪ ﻟﻴﺲ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺘﺤﺮﻳﻢ.
Dan dalam hadits ini dengan berbagai jalur yang berbeda terdapat dalil akan bolehnya mengkhususkan sebagian hari dengan sebagian amal shalih dan merutinkan hal tersebut, dan di dalamnya juga menunjukan bahwa (makna) larangan berpergian ke selain tiga masjid bukanlah hal yang haram.
[Fathul Bari : Jilid 3, Halaman 69].
__
Sebagian mereka yang melarang juga berdalil dengan hadits di bawah ini.
NABI Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda :
لا تشد الرحال إلا إلى ثلاثة مساجد المسجد الحرام ومسجد الرسول صلى الله عليه وسلم ومسجد الأقصى.
Tidaklah ditekankan untuk berziarah kecuali untuk mengunjungi tiga masjid, Masjidil Haram, Masjid Rasul Shallallahu 'Alaihi Wasallam dan Masjidil Aqsha.
[HR.Bukhari : No. 1189].
Berikut penjelasan dari IMAM IBNU HAJAR AL-ASQALANI Rahimahullah, beliau berkata :
قال بعض المحققين : قوله : "إلا إلى ثلاثة مساجد" المستثنى منه محذوف، فإما أن يقدر عاماً فيصير:لا تشد الرحال إلى مكان في أي أمر كان إلا لثلاثة أو أخص من ذلك ،لا سبيل إلى الأول لإفضائه إلى سد باب السفر للتجارة وصلة الرحم وطلب العلم وغيرها.
فتعين الثاني، والأولى أن يقدر ما هو أكثر مناسبة وهو لا تشد الرحال إلى مسجد للصلاة فيه إلا إلى الثلاثة، فيبطل بذلك قول من منع شد الرحال إلى زيارة القبر الشريف وغيره من قبور الصالحين، والله أعلم.
Beberapa Muhaqqiqin berkata, Adapun sabda Nabi "kecuali untuk tiga masjid" maka pengecualianya dihilangkan, karna apabila dibawa kepada keumuman larangan itu, maka konsekuensinya tidak diperkenankan juga bepergian kemanapun kecuali ke tiga tempat tersebut dan hal itu akan menghalangi bolehnya bepergian untuk berdagang, silaturrahim, mencari ilmu dan yang selainya.
Oleh karnanya, lebih utama jika pengecualiannya dibawa kepada yang lebih sesuai yakni tidak boleh melakukan perjalanan jauh untuk (tujuan) shalat di suatu masjid tertentu kecuali yang tiga tersebut, dan dengan hal ini maka batallah anggapan seseorang yang melarang bepergian untuk berziarah ke makam Nabi dan yang lainya seperti makam orang-orang sholeh. Wallahu A'lam.
[Fathul Bari : Jilid 3, Halaman 605].
__
Perlu diketahui bahwa agama Islam tidak anti tradisi dengan catatan tradisi atau adat itu tidak bertentangan dengan Al-Qur'an dan Sunnah beserta ijma' para ulama.
Dari HISYAM BIN URWAH Radhiallahu 'Anhu, dari ayahnya, dari 'AISYAH Radhiallhu 'Anha :
أنها زفت امرأة إلى رجل مِن الأنصار، فقال نبي الله صلى الله عليه وسلم : يا عائشة، ما كان معكم لهو؟ فإن الأنصار يعجبهم اللهو.
Bahwa dia ('Aisyah) menyerahkan seorang wanita untuk menikah dengan laki-laki Anshar, maka NABI Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda, "Wahai Aisyah, kenapa tidak ada hiburan.? Karena orang-orang Anshar itu suka hiburan."
[HR. Bukhari : No. 4765].
IMAM ASY-SYAFI'I Rahimahullah mengatakan :
ترك العادة ذنب مستحدث.
Meninggalkan adat, merupakan dosa yang di adakan.
[Manaqib Asy-Syafi’i : 2/213].
Maksudnya adalah adat atau kebiasaan masyarakat setempat yang dalam timbangan syari'at tidaklah terlarang dan apabila kita mencelanya akan berpotensi besar menimbulkan perselisihan dengan warga setempat.
IMAM AL-QARRAFI Rahimahullah mengatakan :
فمهما تجدد في العرف اعتبره ومهما سقط أسقطه ولا تجمد على المسطور في الكتب طول عمرك. بل إذا جاءك رجل من غير أهل إقليمك يستفتيك لا تجره على عرف بلدك واسأله عن عرف بلده وأجره عليه وأفته به دون عرف بلدك ودون المقرر في كتبك فهذا هو الحق الواضح. والجمود على المنقولات أبدا ضلال في الدين وجهل بمقاصد علماء المسلمين والسلف الماضين
Bagaimanapun yang baru dari sebuah adat maka perhatikanlah, dan yang sudah tidak berlaku lagi tinggalkanlah, janganlah kamu bersikap tekstual kaku pada tulisan di kitab saja sepanjang umurmu, apabila datang kepadamu seorang dari luar daerahmu untuk meminta fatwa kepadamu, janganlah kamu memberikan hukum kepadanya berdasarkan adat kebiasaan yang berlaku di daerahmu, tanyalah dia tentang adat kebiasaan yang terjadi di daerahnya dan hargailah itu serta berfatwalah menurut itu, bukan berdasarkan adat kebiasaan di daerahmu dan yang tertulis dalam kitabmu dan Itulah sikap yang benar dan jelas, adapun sikap yang selalu statis pada teks adalah suatu kesesatan dalam agama beserta kebodohan tentang tujuan para ulama Islam dan generasi salaf yang terdahulu.
[Al-Furuq : Juz. 1, Halaman 176-177].
IMAM IBNU MUFLIH AL-HANBALI Rahimahullah mengatakan :
وقال ابن عقيل في الفنون : لا ينبغي الخروج من عادات الناس إلا في الحرام فإن الرسول صلى الله عليه وسلم ترك الكعبة وقال "لولا حدثان قومك الجاهلية" وقال عمر "لولا أن يقال عمر زاد في القرآن لكتبت آية الرجم. وترك أحمد الركعتين قبل المغرب لإنكار الناس لها.
Imam Ibnu ‘Aqil berkata dalam kitab Al-Funun : Tidak baik keluar dari tradisi masyarakat kecuali tradisi yang haram dikarnakan RASULULLAH Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam telah membiarkan Ka'bah dan berkata, "Seandainya kaummu tidak baru saja meninggalkan masa-masa Jahiliyah", dan Umar juga berkata, "Andai orang-orang tidak akan menuduh bahwa Umar telah menambah Al-Qur'an, maka aku akan menulis ayat rajam di dalamnya", dan Imam Ahmad pernah meninggalkan dua raka'at sebelum maghrib dikarnakan masyarakat setempat mengingkarinya.
[Al-Adabul Syar'iyyah : Juz 2, Halaman 47]
__
Wassalamualaikum 🙏
Sumber FB : ᶜᶜᵀᵛ-ᴀswᴀjᴀ
12 April 2021 pada 10.28 ·