MALU VS PENGECUT
Abdul Wahid Alfaizin
Seringkali sekali kita dengar hadis "Malu itu sebagian dari iman". Namun hadis tersebut sering disalahgunakan. Sebagai contoh banyak sekali yang enggan untuk maju ke shaf pertama dengan alasan malu sama jama'ah yang lain. Lalu apa sebenarnya malu yang terpuji dan termasuk bagian dari iman tersebut?
Habib Abdullah Al-Haddad menjelaskan bahwa sifat malu yang mendorong seseorang untuk meninggalkan kebaikan dan dengannya dia terjatuh dalam kejelekan, maka itu bukan sifat malu yang terpuji. Sebaliknya itu adalah sifat pengecut yang tercela. Hal ini dikarenakan sebagaimana hadis riwayat Bukhari sifat malu itu selalu mendatangkan kebaikan.
Malu yang terpuji adalah sifat malu yang mampu mencegah seseorang dari perilaku buruk. Dengannya seseorang terlindungi dari berbuat dosa dan maksiat. Rasulullah bersabda
مَنِ اسْتَحْيَا مِنَ اللهِ حَقَّ الْحَيَاءِ فَلْيَحْفَظِ الرَّأْسَ وَمَا وَعَى، وَالْبَطْنَ وَمَا حَوَى، وَلْيَذْكُرِ الْمَوْتَ وَالْبِلَى. وَمَنْ أَرَادَ اْلأخِرَةَ تَرَكَ زِيْنَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا. فَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ فَقَدِ اسْتَحْيَا مِنَ اللهِ حَقَّ الْحَيَاءِ (رواه مسلم)
“Barangsiapa malu kepada Allah SWT dengan sebenar-benarnya, maka hendaklah ia menjaga kepala dan sekitarnya, dan menjaga perut dan sekelilingnya, dan mengingat mati dan bala’. Dan barangsiapa yang menginginkan akhirat, maka dia akan meninggalkan perhiasan kehidupan dunia. Barangsiapa melakukan semua itu, maka berarti dia telah malu kepada Allah SWT dengan sebenar-benarnya.” (HR. Muslim)
Sumber FB Ustadz : Abdul Wahid Alfaizin
8 April 2021 pada 23.45 ·