Banyak sekali hikmah di balik turunnya Al-Quran yang berangsur-angsur. Namun satu yang cukup menarik perhatian saya sebuah fakta bahwa ternyata secara konten, ayat-ayat Al-Quran itu sangat banyak jumlahnya, mencapai 6.236 ayat.
Jumlah ini menurut sebagian riwayat dipercaya setara dengan jumlah semua kitab samawi yang diturunkan kepada seluruh para nabi dan rasul sepanjang sejarah.
Bila Taurat, Injil, Zabur dan kitab samawi lainnya semua dikumpulkan jadi satu, maka secara konten tetap masih lebih banyak Al-Quran.
Percetakan modern di kota Madinah dewasa ini yang masyhur dengan khat indah karya Utsman Thaha telah menuliskan mushaf Al-Quran setebal 600 halaman lebih 4 halaman. Tiap halaman terdiri dari 15 baris yang padat.
Kita tidak bisa membayangkan kalau kitab setebal 600-an halaman turun gedubrak begitu saja ke muka bumi. Pasti puyeng lah untuk membacanya sampai habis.
Padahal tujuan diturunkannya Al-Quran tentu bukan sekedar untuk jadi bacaan-bacaan ritual belaka. Kita akui bahwa tiap hurufnya bila dibaca akan dibalas sepuluh kebajikan, paham atau tidak paham.
Tapi yang lebih utama dari tujuan Al-Qur'an diturunkan justru jadi sumber hukum yang sifatnya final. Karena sampai hari kiamat yang entah kapan terjadinya, dipastikan tidak akan ada lagi turun kitab samawi ke muka bumi.
Maka secara kuantitas konten, ternyata teks Al-Quran itu teramat banyak jumlahnya. Ibaratnya Allah turunkan semuanya buat bekal menghadapi masa kosong tanpa turun lagi kitab samawi.
Maka teknik menurunkannya pun dibuat lebih manusiawi, yaitu turun sedikit demi sedikit. Kadang satu ayat turun, lalu dijeda beberapa hari, baru turun lagi satu ayat yang lain.
Kadang ada juga ayat yang sudah pernah diturunkan, ternyata diturunkan ulang. Misalnya surat Al-Fatihah yang dalam beberapa riwayat disebutkan turun di Mekkah dan turun lagi di Madinah. Atau riwayat lain menyebutkan sebagian di Mekkah dan sebagian di Madinah.
Satu hal yang menurut saya unik sekali adalah urutan turunnya itu berbeda sama sekali dengan urutan aslinya ketika turun dari sisi Allah (Lauhil Mahfuzh) ke langit dunia.
Turunnya itu terkesan rada 'acak-acakan', baru turun 5 ayat surat Al-'Alaq, tiba-tiba berhenti begitu saja dan tidak diteruskan lagi.
Lalu yang turun malah pindah jadi surat yang lain lagi. Dan begitulah karakteristik turunnya Al-Quran. Sangat beda jauh dengan urutan di dalam mushaf.
Dan kayak gitu terus berlangsung hingga selesai semua ayatnya turun selama 23 tahun lamanya. Sebuah proses turun yang teramat lama dan panjang.
Kalau kita bandingkan dengan menulis buku, penulis yang handal dan prodiktif tidak perlu 23 tahun menulisnya. Untuk buku ukuran 600-an halaman, cukuplah makan waktu 3-4 tahun.
Begitu juga kalau diukur untuk membacanya. Buku setebal 600-an halaman itu bisa selesai dibaca selama satu semester perkuliahan. Tidak harus sampai 23 tahun juga.
Tapi ini bukan menulis buku, bukan juga membaca buku. Ini adalah wahyu samawi, ini adalah Kalamullah yang sifatnya final. Kalau pinjam istilah film serial, ini Season Finale. Season terakhir dan penghabisan.
Maka turunnya Al-Quran jauh lebih dramatis ketimbang semua kitab samawi sebelumnya. Dan dampaknya ternyata luar biasa.
Ayat-demi ayat itu jadi terukir abadi di nurani dan hati sanubari Nabi SAW dan para shahabat. Setiap ayat itu menyimpan memori yang tertancap dengan begitu mendalam.
Wajar Nabi SAW dan para shahabat kalau pas mendengar suatu ayat tertentu dibacakan, tidak terasa bulir-bulir air mata jatuh menetes dari sudut mata.
Semua kenangan terindah masa lalu saat ayat itu pertamakali turun tiba-tiba muncul lagi di depan mata. Teringat semua kejadian di masa lalu terkait ayat itu. Kenapa diturunkan, dalam rangka apa, lalu siapakah sosok-sosok yang dimaksud sebagaimana disebutkan di dalam ayat itu.
Semua itu jadi ingatan yang teramat jelas dalam memori terbenam sedemikian kuatnya. Seolah semua itu seperti baru saja terjadi barusan.
Kadang saking kuatnya kesan memori dengan suatu ayat, Nabi SAW tidak tahan dan minta dicukupkan bacaan itu. Sudah cukup, cukup jangan diteruskan lagi. Beliau sudah tidak tahan karena haru.
Dari situlah kemudian kita mengenal ilmu Asbabun Nuzul, Ilmu Makkiyah Madaniyah, bahkan juga Ilmu Siyaq dan Ilmu Munasabah. Semua itu adalah sumber utama dalam ilmu tafsir.
Bahkan dari turunnya secara berangsur-angsur itulah kita jadi mengenal tafsir bir-riwayah (Nil ma'tsur) yang sumber aslinya dari Nabi SAW dan juga para shahabat ridwanullahi alaihim.
Sebab di zaman mereka itulah Al-Quran diturunkan, bahkan sebagian ayat turun justru gara-gara mereka. Kadang satu ayat turun untuk menjawab pertanyaan mereka. Kadang turun untik mengomentari perilaku mereka. Bahkan kadang turun sekedar untuk membela dan menguatkan batin mereka.
Bayangkan, ayat suci yang sudah ada sejak zaman azali, sejak Lailatul Qadar yang aslinya entah kapan, ternyata diturunkan kepada mereka, karena sebab mereka atau untuk mereka. Sebuah kesan yang tidak bisa hilang tentunya.
Bandingkan dengan Taurat yang turun kepada Nabi Musa. Turun sekaligus begitu saja, gedubrak, terukir di batu dan dibawa turun dari atas Gunung Tursina.
Tidak ada hari-hari indah penuh kenangan di bawah naungan bayang-bayang Al-Quran. Al-Quran itu memang beda dengan semua kitab samawi lainnya.
Buat kita umat Nabi Muhammad SAW. Itu yang bikin kita bangga jadi umat terakhir, umat generasi Al-Quran.
Sumber FB Ustadz : Ahmad Sarwat
Kajian Islam · 21 Maret 2021·