Adegan pertama, Gayus keluar rumah tahanan dan pergi ke Bali. Gayus menonton pertandingan tenis menggunakan rambut palsu (wig) dan kacamata tebal. Adegan kedua, terungkap cerita Gayus keluar Rutan Brimob dan pergi ke luar negeri, yaitu Kuala Lumpur, Makau, dan Singapura. Foto Gayus dengan wig dan kacamata, seperti saat di Bali, juga terpampang pada dokumen paspor atas nama Sony Laksono.
Dua adegan sandiwara itu sebenarnya menjadi tamparan bagi aparat penegak hukum, khususnya kepolisian, jaksa, hakim, termasuk aparat institusi lain, seperti Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Mengapa seorang tahanan bisa leluasa bepergian dari Rutan Brimob yang dijaga ketat dan biasa diperuntukkan bagi tahanan terorisme? Gayus adalah terdakwa dan tahanan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Merendahkan wibawa
Oleh karena itu, kasus Gayus keluar rutan dan kepergian Gayus ke luar negeri itu jelas-jelas merendahkan wibawa pengadilan dan jaksa sebagai eksekutor terhadap terdakwa. Sungguh aneh ketika tahanan dapat piknik tanpa sepengetahuan hakim dan jaksa penuntut umum.
Selama ini tidak ada penjelasan gamblang dan tuntas mengapa Gayus dapat keluar dari Rutan Brimob. Dalam penyidikan terhadap kasus Gayus keluar ke Bali, kepolisian hanya menyidik sembilan penjaga Rutan Brimob, termasuk Kepala Rutan Brimob Komisaris Iwan Siswanto.
Kepala Kepolisian Negara RI Jenderal (Pol) Timur Pradopo pun sempat menjanjikan penyidikan kasus Gayus ke Bali itu selesai dalam 10 hari. Saat ini kepolisian memang telah menyerahkan berkas pemeriksaan para penjaga rutan itu, termasuk Gayus Tambunan, atas dugaan tindak pidana penyuapan kepada pihak kejaksaan pada 23 November 2010. Namun, sampai Jumat lalu, berkas belum dinyatakan lengkap oleh kejaksaan.
Ironisnya, dalam proses penyidikan waktu itu, polisi belum dapat mengungkapkan kepada publik soal dugaan kasus Gayus keluar dari rutan dan pergi ke luar negeri.
Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Komisaris Besar Boy Rafli Amar mengungkapkan, pada waktu memeriksa dugaan kasus Gayus keluar rutan dan bepergian ke Bali, penyidik belum menemukan informasi dan bukti awal terkait Gayus pergi keluar negeri. Penyidik hanya memeriksa dugaan kasus Gayus keluar rutan dan pergi ke Bali.
Berdasarkan informasi dari pembaca Kompas, Devina, kini mulai terbuka lagi tirai panggung sandiwara Gayus keluar rutan dan pergi ke luar negeri, yaitu Kuala Lumpur, Makau, dan Singapura. Gayus sudah mengakui bahwa dirinya keluar rutan dan pergi ke luar negeri.
Pengakuan itu disampaikan Gayus kepada penyidik polisi secara informal. Menurut Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Anton Bachrul Alam, dari interogasi sementara, Gayus mengaku ke Makau, Kuala Lumpur, dan Singapura (Kompas, 8/1/2011).
Belakang layar
Dengan pengakuan Gayus itu, tugas penegak hukum semakin berat untuk membuka adegan di belakang layar. Siapa pembuat skenario Gayus keluar Rutan Brimob dan pergi ke luar negeri selama ini.
Sangat tidak mungkin Gayus sendirian keluar dari rutan dan pergi ke luar negeri. Suatu perbuatan yang sangat sulit dilakukan tahanan biasa dari kalangan masyarakat tak mampu.
Siapa sebenarnya yang memfasilitasi dan memberi Gayus izin keluar Rutan Brimob dan pergi ke luar negeri? Siapa yang membuat paspor Gayus Tambunan, lewat calo atau petugas imigrasi? Pertanyaan-pertanyaan itu menjadi ruang gelap dan harus menjadi terang jika pemerintah berkomitmen memberantas praktik mafia hukum.
Adegan di belakang layar lain yang perlu diungkap adalah apa motif Gayus berkali-kali keluar dari rutan dan pergi ke luar negeri? Siapa-siapa saja yang ditemui Gayus di Kuala Lumpur, Makau, dan Singapura? Apakah kepergian Gayus ke luar negeri itu terkait dengan dugaan upaya penyelamatan aset?
Apabila benar Gayus ke luar negeri guna menyelamatkan aset, aset apa lagi yang perlu diselamatkan? Aset sebesar Rp 25 miliar dan Rp 74 miliar yang ditemukan penyidik pun sampai saat ini belum jelas asal-usulnya.
Asal-usul suap
Pada akhirnya, asal-usul uang Gayus itulah yang perlu diungkap aparat penegak hukum, khususnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sesuai undang-undang, KPK berwenang mengambil alih penyidikan dugaan kasus mafia pajak yang terkait Gayus.
Jangan sampai adegan di atas panggung Gayus yang dengan bebasnya piknik ke luar negeri itu semakin mengaburkan persoalan pokok, yaitu pengungkapan asal- usul uang Gayus yang menjadi bagian dari dugaan praktik mafia pajak.
Dalam kesaksian persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Gayus mengakui uang sebesar Rp 35 miliar diperoleh dari jasa pengurusan pajak dari tiga perusahaan. Di depan majelis hakim yang diketuai Albertina Ho, Gayus menceritakan, uang 3,5 juta dollar AS (setara Rp 35 miliar) itu sebagai imbalan dari tiga pekerjaan. Pertama, mengeluarkan surat ketetapan pajak PT Kaltim Prima Coal Tbk yang tertahan. Ia pun dibayar 500.000 dollar AS (Rp 5 miliar).
Kedua, Gayus membantu menyiapkan administrasi dan konsultasi kepada PT Bumi Resources Tbk yang akan menghadapi sidang banding pajak tahun 2005. Gayus mengaku mendapat 1 juta dollar AS (Rp 10 miliar).
Ketiga, Gayus diminta Alif Kuncoro untuk meninjau pembetulan pajak yang dibuat PT KPC dan PT Arutmin tahun 2006. ”Saya dapat 2 juta dollar AS (Rp 20 miliar),” katanya.
Kini, tugas penegak hukum, seperti KPK, menjadi penting untuk mengungkap tabir dugaan kasus mafia pajak itu. Koordinator Bidang Hukum Indonesia Corruption Watch Febri Diansyah mengatakan, kepolisian sudah sulit diharapkan dapat menangani dugaan kasus mafia pajak itu. Karena itu, KPK harus segera mengambil alih. Keberanian KPK di bawah pemimpin baru, Busyro Muqoddas, pun diuji. (Ferry Santoso)
Sumber : kompas (12 Januari 2011)
#Kriminal