TIGA TINGKATAN ORANG BERPUASA
Allah berfirman :
یَـٰۤأَیُّهَا ٱلَّذِینَ ءَامَنُوا۟ كُتِبَ عَلَیۡكُمُ ٱلصِّیَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِینَ مِن قَبۡلِكُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan kepada kamu berpuasa seperti juga yang telah diwajibkan kepada umat sebelum kamu agar kamu menjadi orang yang bertakwa”. (Al-Baqarah, 183).
Ayat tersebut merupakan landasan syariah bagi puasa Ramadan. Ayat tersebut berisikan tentang seruan Allah kepada orang-orang beriman untuk berpuasa.
Imam Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulumuddin menerangkan tingkatan dalam berpuasa. Shaumul umum, shaumul khusus, dan shaumul khususil khusus.
Pertama, Puasa orang awam (orang kebanyakan), Puasa orang awam adalah menahan makan dan minum dan menjaga kemaluan dari godaan syahwat.
Tingkatan puasa ini menurut Al-Ghazali adalah tingkatan puasa yang paling rendah, kenapa?
Karena dalam puasa ini hanyalah menahan dari makan, minum, dan hubungan suami istri Kalau puasanya hanya karena menahan makan dan minum serta tidak melakukan hubungan suami isteri di siang hari, maka kata Rasulullah صلى الله عليه وسلم puasa orang ini termasuk puasa yang merugi yaitu berpuasa tapi tidak mendapatkan pahala melainkan sedikit. Hal ini lah yang diwanti-wanti oleh Rasulullah dengan sabdanya: “banyak orang berpuasa tapi tidak mendapatka pahala berpuasa, yang ia dapatkan hanya lapar dan dahaga.”
Kedua, Puasanya orang khusus adalah selain menahan makan dan minum serta syahwat juga menahan pendengaran, pandangan, ucapan, gerakan tangan dan kaki dari segala macam bentuk dosa,” tulis Imam Ghazali.
Maka puasa ini sering disebutnya dengan puasa para Shalihin (orang-orang saleh).
Menurut Al- Ghazali, seseorang tidak akan mencapai kesempurnaan dalam tinkatan puasa kedua ini kecuali harus melewati enam hal sebagai prasayaratnya, yaitu menahan pandangan dari segala hal yang dicela dan dimakruhkan. Menjaga lidah dari perkataan yang sia-sia, berdusta, mengumpat, berkata keji, dan mengharuskan berdiam diri. Menggunakan waktu untuk berzikir kepada Allah serta membaca Al-Quran. Menjaga pendengaran dari mendengar kata-kata yang tidak baik. Mencegah anggota tubuh yang lain dari perbuatan dosa. Tidak berlebih-lebihan dalam berbuka, sampai perutnya penuh makanan. Hatinya senantiasa diliputi rasa cemas (khauf) dan harap (raja) karena tidak diketahui apakah puasanya diterima atau tidak oleh Allah.
Ketiga, Puasa khususnya orang yang khusus adalah puasanya hati dari kepentingan jangka pendek dan pikiran-pikiran duniawi serta menahan segala hal yang dapat memalingkan dirinya pada selain Allah. Puasa khusus yang lebih khusus lagi yaitu, di samping hal di atas adalah puasa hati dari segala keinginan hina dan segala pikiran duniawi, serta mencegah memikirkan apa-apa selain Allah (shaum al-Qalbi ‘an al-Himam ad-Duniyati wa al-Ifkaar al-Dannyuwiyati wakaffahu ‘ammaa siwa Allaah bi al-Kulliyati).
Menurut Al-Ghazali, tingkatan puasa yang ketiga ini adalah tingkatan puasanya para nabi , Shiddiqqiin, dan Muqarrabin.
Wallahu a'lam
Taqabbalallah Shiyamana wa Shiyamakum.
Semoga Allah menerima puasa dan seluruh amal ibadah kita...
Sumber FB Ustadz : Alhabib Quraisy Baharun
23 April 2021