Swab Saat Puasa Ramadhan
Memasukkan makanan, minuman dan benda lain ke dalam perut para ulama sepakat bisa membatalkan puasa. Namun memasukkan benda yang masih berada di atas rongga mulut masih diperselisihkan batasannya oleh para ulama.
Demikian pula ketika memasukkan benda ke dalam hidung. Ulama Syafi'iyah berpendapat batal:
(ﻗﻮﻟﻪ: ﺣﺘﻰ ﻳﺠﺎﻭﺯ ﻣﻨﺘﻬﻰ اﻟﺨﻴﺸﻮﻡ) ﺃﻱ ﻓﺈﻥ ﺟﺎﻭﺯﻩ ﺃﻓﻄﺮ، ﻭﻣﺘﻰ ﻟﻢ ﻳﺠﺎﻭﺯ ﻻ ﻳﻔﻄﺮ.
Jika ada benda yang dimasukkan sampai melewati pangkal hidung bagian dalam maka membatalkan puasa. Jika tidak sampai ke dalam maka tidak batal (Ianah Ath-Thalibin, 2/261)
Apakah Swab yang dilakukan untuk memastikan karyawan, tenaga medis, pengguna transportasi dan lainnya harus membatalkan puasa? Padahal di antara mereka ada yang harus menjalani 2 atau 3 kali dalam seminggu?
Karena adanya hajat tersebut dan keterpaksaan yang tidak bisa dihindari maka pada sidang komisi Fatwa MUI Jatim mempertimbangkan pendapat para ulama dari 4 Mazhab:
1. Ulama Syafi'iyah
( وَ ) الْإِمْسَاكُ ( عَنْ وُصُولِ الْعَيْنِ إلَى مَا يُسَمَّى جَوْفًا ، وَقِيلَ : يُشْتَرَطُ مَعَ هَذَا أَنْ يَكُونَ فِيهِ قُوَّةٌ تُحِيلُ الْغِذَاءَ أَوْ الدَّوَاءَ ) قَوْلُهُ : ( الْحَلْقَ إلَخْ ) لِأَنَّ الْحَلْقَ لَا يُسَمَّى جَوْفًا وَلَيْسَ فِيهِ قُوَّةُ الْإِحَالَةِ
Puasa mencegah dari masuknya benda ke organ dalam. Ada pendapat bahwa bagian dalam tubuh tersebut syaratnya dapat mencerna makanan atau obat. Tenggorokan tidak disebut organ dalam tubuh karena tidak dapat mencerna / mengolah makanan (Hasyiah Qalyubi 5/286)
2. Ulama Hanafiyah
قوله: (مفاده) أي مفاد ما ذكر متنا وشرحا، وهو أن ما دخل في الجوف إن غاب فيه فسد، وهو المراد بالاستقرار وإن لم يغب بل بقي طرف منه في الخارج أو كان متصلا بشئ خارج لا يفسد لعدم استقراره.
Penjelasannya adalah benda yang masuk ke dalam perut jika terus lenyap maka batal puasanya, inilah yang dimaksud menetap di dalam. Jika benda itu tidak lenyap, bahkan ada bagian yang tersisa di luar tubuh atau tersambung dengan benda di luar maka tidak membatalkan puasa, karena tidak menetap di dalam (Hasyiah Radd al-Mukhtar, 2/436)
3. Ulama Malikiyah
( وَ ) كَفٌّ ( عَنْ وُصُولِ مَائِعٍ ) مِنْ شَرَابٍ أَوْ دُهْنٍ أَوْ نَحْوِهِمَا ( لِحَلْقٍ ) وَإِنْ لَمْ يَصِلْ لِلْمَعِدَةِ وَلَوْ وَصَلَ سَهْوًا أَوْ غَلَبَهُ فَإِنَّهُ مُفْسِدٌ لِلصَّوْمِ ، وَلِذَا عَبَّرَ " بِوُصُولٍ " لَا بِإِيصَالٍ . وَاحْتُرِزَ بِالْمَائِعِ عَنْ غَيْرِهِ كَحَصَاةٍ وَدِرْهَمٍ فَوُصُولُهُ لِلْحَلْقِ لَا يُفْسِدُ بَلْ لِلْمَعِدَةِ .
Puasa mencegah dari masuknya benda cair ke tenggorokan, seperti air, minyak dan lainnya, meski tidak sampai ke lambung, walaupun masuknya benda tadi karena lupa atau tidak sengaja. Pengecualian dari benda cair adalah benda yang beku, seperti kerikil dan uang koin. Masuknya benda tersebut ke tenggorokan tidak membatalkan puasa, tapi ke dalam lambung maka batal (Hasyiah Ash-Shawi 3/260)
Dengan demikian, bagi kaum Muslimin dan Muslimat yang harus menjalani proses Swab saat puasa Ramadhan untuk kemaslahatan kesehatan saat berpuasa diperkenankan untuk mengikuti pendapat ulama yang menyatakan puasanya tidak batal, karena alat Swab tidak sampai masuk ke dalam perut dan pada alat tersebut steril tidak mengandung apapun.
Karena Swab dengan memasukkan alat sampai ujung dalam hidung terdapat khilafiyah ulama, maka MUI Jatim tetap menyarankan dalam pemeriksaan untuk menggunakan Rapid Test atau GeNose yang tidak sampai membatalkan puasa. Namun sebagaimana dijelaskan oleh Dr. dr. Atoillah Isvandiary (Wakil Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Unair dan anggota Badan Kesehatan MUI Jatim) kedua cara ini masih sebatas secreening -penanda penyakit yang belum dikenal-. Bila kemudian diagnosa Covid-19 maka satu-satunya cara untuk memastikan adalah dengan Swab PCR dan tidak ada pilihan lain.
•] Rangkuman ini harus segera saya sampaikan menyusul banyaknya pertanyaan terkait hasil keputusan Sidang Komisi Fatwa MUI Jatim Rabu kemarin.
Sumber FB Ustadz : Ma'ruf Khozin
Kajian · 2 April 2021 pada 14.28 ·