RADIKALISME DALAM ISLAM?
Luthfi Bashori
(Makalah ini pernah disampaikan dalam seminar di Ponpes Tambak Beras, tahun 2008).
Bilamana radikalisme yang digambarkan oleh dunia Barat dengan kata lain terorisme, yang mereka maksud adalah kekerasan fisik hingga pembunuhan terhadap warga sipil, maka pada setiap masa dalam kehidupan bangsa manusia di dunia ini, pada hakikatnya telah lama mengindap virus radikalisme.
Qabil bin Nabi Adam, telah melakukan pembunuhan terhadap Habil, sang adik. Namrud membunuh seseorang di hadapan Nabi Ibrahim AS, dengan alasan dia sanggup menghidupkan (membiarkan orang hidup) dan mematikan (membunuh orang hingga mati) sebagaimana layaknya kekuasaan Tuhan. Fir`aun juga telah membunuh ratusan bayi lelaki.
Bangsa Yahudi Israel pun tak kurang-kurangnya telah membunuh nabi-nabi mereka. Kaum Nasrani hingga kini meyakini bahwa Nabi Isa AS telah dibunuh dan disalib, sekalipun umat Islam meyakini bahwa yang dibunuh dan disalib adalah orang lain yang wajahnya dirubah oleh Allah menyerupai Nabi Isa. Namun dalam konteks ini tetap saja terjadi radikalisme menurut pemahaman Barat.
Pembunuhan pun terjadi pada jaman jahiliyah terhadap banyak bayi perempuan, sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Umar bin Khatthab sebelum masuk Islam. Penganiayaan fisik kaum jahiliyah terhadap para budak, juga tak jarang berefek kematian. Ternyata radikalisme ini, berada jauh dari rel agama Islam.
Terlepas dari konsep Barat yang pada akhirnya hanya untuk menuduh Islam sebagai agama teroris radikal, ternyata radikalisme menurut versi Barat ini, justru kebanyakan terlahir dari kalangan kaum kafir yang ingkar kepada Allah.
Bilamana terjadi seorang budak atau rakyat jelata, tiba-tiba ditemukan membunuh bangsawan yang terhormat, pasti dikarenakan ada faktor penyebab. Misalnya hal itu terjadi, maka kemungkinan besar dikarenakan si bangsawan korban pembunuhan, sebelumnya telah melakukan sesuatu yang menyinggung kehormatan atau keyakinan si pembunuh, atau lantaran si pembunuh telah terpropokasi oleh hasutan dari pihak tertentu. Sebut saja peristiwa budak Alwahsyi pembunuh Sayyidina Hamzah, ternyata ia membunuh karena propokasi dari Hindun, tuannya.
Jadi dalam pandangan penulis, tidak ada keterkaitan sama sekali antara Islam dan radikalisme. Adapun radikalisme dalam konsep Islam, pada dasarnya telah dirombak total oleh ayat wa jaahiduu fi sabilillahi bi amwaalikum wa anfusikum (berjihadlah kalian di jalan Allah dengan harta benda dan jiwa raga kalian).
Dalam konsep jihad membela agama Allah, dalam Islam tidak lepas dari doktrin dakwah bil hikmati wal mau`idhatil hasanah (dengan hikmah dan nasehat yang baik) sekaligus penerapan doktrin aljannatu tahta dhilaalis suyuuf (sorga itu terletak pada bayang-bayang pedang) maksudnya keikutsertaan berperang membunuh musuh Allah, termasuk salah satu tiket untuk masuk sorga.
Perang Badar yang telah menewaskan banyak orang dari kalangan kafir quraisy, adalah dipimpin langsung oleh Rasulullah SAW, yang mana penyebab terjadinya perang Badar tiada lain karena umat Islam akan mengambil ganti rugi dari harta mereka di Makkah yang telah dikuasai oleh kaum kafir Quraisy.
Banyak dakwah secara fisik yg dilakukan pasca hijrah Rasulullah SAW, antara lain tatkala kaum munafiq mendirikan Masjid Lintas Agama, yaitu Masjid Dhirar yang takmirnya sengaja mengundang Pendeta Nasrani, Abu Amir dari Yaman untuk dijadwalkan mengisi di Masjid Lintas Agama ini, di saat yang lain sang takmir mengundang Rasulullah SAW untuk mengisi pula. Maka turun ayat pelarangan agar Rasulullah SAW tidak memenuhi undangan ini, sebagaimana yang telah dijabarkan dalam Alquran.
Bahkan, pada akhirnya Rasulullah SAW memimpin para shahabat untuk beramai-ramai membumihanguskan Masjid Lintas Agama alias Masjid Dhirar. Ternyata radikalisme yang telah disetel oleh Islam menjadi konsep dakwah (amar ma`ruf) dan jihad (nahi mungkar), adalah sebuah aplikasi dari kesadaran dalam memurnikan ajaran agama Islam.
Sekalipun Rasulullah SAW memimpin penghancuran Masjid Lintas Agama, dan dalam episode yang lain Beliau SAW juga memimpin penghancuran bejana-bejana tempat penyimpanan bir khamerdan cawan-cawan gelas bir khamer, saat turun ayat fahal antum muntahuun alias pengharaman bir khamer secara muthlaq dan permanen, ternyata Rasulullah SAW tetap mendapat predikat sebagai seorang Nabi yang Rahmatan lil `alamin. Jadi sifat rahmatan lil `alamin tidak mencegah Rasulullah SAW untuk melaksanakan kewajiban nahi mungkar secara fisik, hal ini sebagai penyeimbang bagi amar ma`ruf dalam kelemahlembutan rahmatan lil alamin.
Sumber FB Ustadz : Luthfi Bashori
30 Maret 2021 pada 13.07 ·