Dalil dan Logika Hukum
Oleh : Ahmad Sarwat, LC.MA
Sebagian awam ketika disebutkan istilah dalil langsung membayangkan hadits nabi SAW. Tidak salah sih, tapi juga tidak terlalu benar.
Karena yang dimaksud dengan dalil itu sesungguhnya adalah logika hukum.
Kok hukumnya jadi wajib, kok jadi sunnah, kok jadi mubah, kok jadi makruh, kok jadi haram, dalilnya apa? Maksudnya adalah : logika hukumnya bagaimana?
Contoh kasus nih. Ada perintah di dalam Al-Quran yang berupa fi'il amr.
وإذا حللتم فاصطادوا
Kalau kamu sudah bertahallul, maka berburu lah. (QS. Al-Maidah :2)
Bertahallul itu maksudnya selesai dari rangkaian ihram baik haji atau umrah.
Dalam rangakaian ibadah umrah, tahallul ini kita lakukan setelah selesai dari tawaf dan sa'i. Ketika posisi kita sudah sampai di putaran terakhir sa'i yaitu di Marwah. Tahallul biasanya ditandai dengan kita potong rambut.
Berburu setelah tahallul di dalam ayat ini merupakan perintah. Yang memerintahkan langsung Allah SWT. Dan perintah ini tercantum di dalam ayat Al-Qur'an yang mulia.
Namanya juga perintah, logika awalnya jadi harus, kudu, musti, wajib dijalankan. Jangan sesekali nekat ngelawan perintah Allah, bisa masuk neraka nggak keluar-keluar lagi selamanya.
Tapi . . .
Sekian kali saya pergi haji dan umrah, belum pernah sekali pun saya berburu usai tahallul. Tidak pernah juga melihat orang yang sibuk bawa panah, tombak atau bedil untuk persiapan berburu pasca tahallul.
Di mal dan pusat belanja keperluan haji umrah, baik di Mekkah, Madinah, Jeddah atau Tenabang sekalipun, juga tidak pernah dijual alat-alat berburu.
Padahal perintah berburu itu tegas banget merupakan perintah. Bukan perintah di dalam hadits, tapi di dalam Al-Quran. Bicara dari sisi keshahihan, sudah bukan shahih lagi tapi mutawatir tir tir.
Lalu kenapa tidak ada satu pun ulama yang mewajibkan berburu usai tahallul? Bahkan menyunnahkan saja pun juga tidak.
Aneh sekali bukan? Kok bisa sampai tidak ada sama sekali yang mempraktekkan perintah Qur'an ini? Apa seluruh umat Islam sedunia sudah pada jadi orang kafir semua?
Jawabannya adalah : logika hukum
Perintah untuk berburu usai tahallul itu diawali sebelumnya dengan larangan untuk berburu. Lalu diteruskan dengan perintah untuk berburu.
غَيْرَ مُحِلِّي الصَّيْدِ وَأَنْتُمْ حُرُمٌ
(Yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. (QS. Al-Maidah :1)
Logika hukumnya : kalau ada larangan lalu setelah itu ada perintah, maka hukumnya bukan wajib tapi hukumnya boleh.
Keren kan logika hukum itu.
Kasusnya sebelas dua belas dengan perintah mencari rizki dan bertebaran di muka bumi usai shalat Jumat.
فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah. (QS. Al-Jumuah : 10)
Padahal 300 juta muslim di dunia Arab malah tidak pernah melakukannya. Sebab hari Jumat di negara Arab justru hari libur mingguan.
Masih mending kita Indonesia yang hari libur mingguannya Ahad. Hari Jumat kita masuk kantor dan aktif kerja. Terpotong shalat Jumat tapi habis itu langsung balik lagi kerja, cari rizki, mendapatkan karunia Allah.
Jadi kalau habis jumatan kita malah tidur, jalan-jalan, makan-makan, atau apa lah, selain kerja cari karunia Allah, apakah kita jadi berdosa?
Jawabannya tentu tidak. Karena perintah cari rizki diawali dengan larangan berdagang sebelumnya.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَىٰ ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ
Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum´at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. (QS. Al-Jumuah: 9)
Jangan sebut lagi dalilnya mana, tapi katakan : bagaimana logika hukumnya. Yang tertarik mendalami tema asyik dan unik ini, silahkan belajar ilmu Ushul Fiqih. Disitulah kita belajar sebuah subject unik : Dalil
Sumber FB Ustadz : Ahmad Sarwat
22 April 2021