Syaikh Ali ash-Shobuni dan Syaikh Muhammad Sa'id Ramadhan al-Buthi
Syaikh Ali ash-Shobuni berbeda sikap dan ijtihad politiknya dengan Syaikh Muhammad Sa'id Ramadhan al-Buthi. Spesifiknya menyikapi sepak terjang Basyar al-Assad [Pemimpin tertinggi Syuriah].
Al-Buthi seorang ushuli yang moderat memilih tidak keluar dari keta'atan kepada pemerintah. Mungkin, selain demi menolak kerusakan [mafsadah] yang jauh lebih besar, juga karena fatwa ulama', bahkan ijma' menurut Imam an-Nawawi, yang melarang keluar dari pemerintah sah selama mereka nyata tidak melakukan kekufuran. Walaupun efek negatif dari pilihan tersebut, beliau dituduh sebagai ulama' penjilat penguasa, ulama' su', ulama' sultan, dan caci maki lainnya.
Sementara ash-Shobuni seorang mufassir yang memilih berseberangan meyakini bahwa hukumnya wajib keluar dari pemimpin yang zhalim, walaupun tidak melakukan kekufuran. Tentu saja beliau memiliki pijakan hukum, yang [mungkin] diantaranya adalah fatwa beberapa ulama' salaf [sebagian menukil fatwa Imam Abu Hanifah] yang membolehkan keluar dari ta'at kepada pemerintah yang zhalim. Bahkan, Ibn Hazm sendiri menolak klaim ijma' keharaman keluar dari pemerintah yang sah.
Perbedaan ijtihad politik dari dua ulama' besar Ahlussunnah wal Jama'ah dengan spesialisasi keilmuan masing-masing tersebut menuntut kita bersikap bijak. Tentu saja kita boleh tidak setuju dengan pilihan salah satunya dan memilih yang lain dengan tanpa harus merendahkan. Yang benar [insya Allah] mendapatkan dua pahala dan yang salah mendapatkan satu pahala sebagaimana janji Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam. Saya pribadi lebih cenderung memilih seperti al-Buthi.
Sumber FB Ustadz : Hidayat Nur
Kajian · 22 Maret 2012 pada 07.12 ·