Oleh: Hanif Luthfi
- Pertanyaan Jamaah
“Ustadz, mohon maaf mau tanya. Dulu sewaktu Nabi ﷺ Isra' mi'raj itu kan jauh dan butuh waktu semalaman. Dari Mekkah ke Masjidil Aqsha, terus ke langit tujuh sampai Sidratil Muntaha, lalu balik lagi.
Pertanyaan saya : Waktu itu Nabi ﷺ berangkatnya setelah shalat Maghrib atau nunggu shalat Isya' dulu? Kalau berangkat habis Maghrib, terus bagaimana dengan shalat isya'-nya? Dimana Beliau Shalat Isya'? Apakah di Masjidil Aqsha? Ataukah Nabi ﷺ menjama' shalat Isya'-nya itu dengan Maghrib? Taqdim apa ta'khir ya? Mohon penjelasan pak Ustadz. Terima kasih.”
Itulah cuplikan dari pertanyaan jamaah yang diajukan ke Ustadz Ahmad Sarwat, Lc., MA beberapa hari lalu. Pertanyaan ini juga sudah dijawab oleh beliau.
Shalat Isya’nya Nabi Muhammad ﷺ dalam Buku Sejarah
Hanya saja saya sedikit menambahkan. Jika dicari-cari lagi dalam literatur buku sejarah, ternyata memang ada beberapa kalangan yang menyebutkan bahwa Nabi Muhammad ﷺ itu shalat isya’ dahulu. Bahkan pulangnya juga shalat shubuh.
Kalangan yang menyebutkan bahwa Nabi shalat isya’ dulu sebelum berangkat Isra’ Mi’raj ini bukan cuma orang awam. Sekelas Muhamad Husain Haekal (w. 1956 M) menuliskannya dalam buku yang cukup terkenal; Sejarah Hidup Muhammad. Iyadh bin Musa al-Yahshabi (w. 544 H) dalam bukunya as-Syifa bi Ta’rif Huquq al-Mushthafa juz 1, hal. 365, Imam as-Suyuthi (w. 911 H) dalam kitabnya al-Khashaish al-Kubra juz 1, hal. 292, bahkan Imam at-Thabrani (w. 360 H) dalam al-Mu’jam al-Kabir-nya, Imam at-Thabari dalam Tafsirnya dan Ibnu Hisyam dalam Sirah-nya juga menuliskan hal sama.
Kita akan simak tulisan mereka dan juga jawaban terhadap pernyataan itu.
- Muhammad Husain Haekal (w. 1956 M) dalam Bukunya Hayatu Muhammad.
Kita akan baca pernyataan dari Muhammad Husain Haekal. Bukunya di Indonesia sudah cukup terkenal karena sudah diterjemahkan, judulnya Serajah Hidup Muhammad. Buku bahasa Arabnya berjudul Hayatu Muhammad diterbitkan dalam bahasa Arab pada tahun 1935.
Muhammad Husain Haekal ini seorang penulis asal Mesir yang lahir 20 Agustus 1888, pernah menjabat beberap jabatan penting di Mesir di masanya.
Kita baca tulisan beliau dalam bukunya:
وكان محمد ليلة الإسراء في بيت ابنة عمه هند ابنة أبي طالب، وكنيتها أم هانئ. وقد كانت هند تقول: «إنّ رسول الله نام عندي تلك الليلة في بيتي فصلى العشاء الآخرة، ثم نام ونمنا. فلما كان قبيل الفجر أهبّنا رسول الله؛ فلما صلّى الصبح وصلينا معه...[1]
“Artinya: Nabi Muhammad ﷺ pada malam Isra’ Mi’raj berada di rumah anak pamannya yang bernama Hindun binti Abu Thalib, kunyahnya adalah Ummu Hani’. Hindun ini berkata: Rasulullah tidur di rumahku malam itu, beliau shalat Isya’ agak malam, lalu tidur. Kita pun juga tidur. Sebelum shubuh Rasulullah membangunkan kita. Ketika Shalat Shubuh, kita shalat bersama Rasulullah ﷺ....”
Muhammad Husain Haekal hanya meriwayatkan kejadian itu saja dalam bukunya dalam kisah Isra’ Mi’rajnya Nabi. Beliau juga tak berkomentar apa-apa setelah itu.
Jadi jika ada jamaah yang bilang denger ustadznya berkata bahwa Nabi itu shalat isya dahulu sebelum Isra’ Mi’raj, ada kemungkinan ustadz itu tidak mengarang, tapi telah membaca buku sejarah. Setidaknya bukunya Muhammad Husain Haekal ini.
Lantas apakah riwayat itu benar? Nanti dulu. Kita lanjutkan. Karena Muhammad Husain Haekal ini juga tak mengarang bebas saja dalam menulis bukunya. Beliau menukil dari ulama sebelumnya.
- Riwayat Thabrani (w. 360 H) Nabi Tidur di Rumah Ummu Hani’
Kita agak loncat ke riwayat Imam at-Thabrani (w. 360 H). Imam at-Thabrani (w. 360 H) menuliskan riwayat tentang tidurnya Nabi di rumah Ummu Hani’ sebelum Isra’ Mi’raj. Meski beliau tidak menuliskan tentang shalat isya’nya Nabi di rumah Ummu Hani’. Dalam kitabnya al-Mu’jam al-Kabir. Sebagaimana beliau tuliskan:
حَدَّثَنَا رِزْقُ اللَّهِ بْنُ مُوسَى، ثنا شَبَابَةُ بْنُ سَوَّارٍ، عَنْ عَبْدِ الْأَعْلَى بْنِ أَبِي الْمُسَاوِرِ، قَالَ: سَمِعْتُ عِكْرِمَةَ، يَقُولُ: أَخْبَرَتْنِي أُمُّ هَانِئٍ بِنْتُ أَبِي طَالِبٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، قَالَتْ: بَاتَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِنْدِي لَيْلَةَ أُسْرِيَ بِهِ، فَذَكَرَ أَمْرَهُ وَكَيْفَ أُسْرِيَ بِهِ... (الطبراني (المتوفى: 360هـ)، المعجم الكبير، 24/ 432) (أبو بكر بن أبي عاصم الشيباني (المتوفى: 287هـ)، الآحاد والمثاني، 1/ 83)[2]
“Artinya: Telah menceritakankepadaku Rizqullah bin Musa dari Syababah bin Sawwar dari Abdul A’la bin Abu al-Musawir berkata: Saya mendengar Ikrimah berkata: Mengabarkan kepadaku Ummu Hani’ binti Abu Thalib berkata: Rasulullah ﷺ menginap di rumahku saat malam Isra’ Mi’raj, kemudian beliau menuturkan bagaiamana beliau isra’. (HR. At-Thabrani).”
Riwayat Imam at-Thabrani diatas persis dengan yang ditulis oleh Abu Bakar bin Abu Ashim as-Syaibani (w. 287 H) dalam kitabnya al-Ahad wa al-Matsani.
Dari kedua kitab ini kita tak menemukan riwayat shalat isya’nya Nabi, tapi kita bisa tahu Nabi menginap di rumah Ummu Hani’ saat itu. Apakah riwayatnya benar? Kita lanjutkan dahulu.
- Riwayat Imam Thabari (w. 310 H) Nabi Tidur di Rumah Ummu Hani’.
Imam at-Thabari (w. 310 H) juga menuliskan riwayat seperti dalam kitabnya Imam at-Thabrani (w. 360 H). Bahkan lebih komplit, karena dalam riwayatnya Imam at-Thabari kita bisa temukan redaksi yang persis disampaikan oleh Muhammad Husain Haekal (w. 1956 H) dalam kitabnya. Kita bisa baca riwayatnya:
حدثنا ابن حميد، قال: ثنا سلمة، قال: ثنا محمد بن إسحاق، قال: ثني محمد بن السائب، عن أبي صالح بن باذام عن أمّ هانئ بنت أبي طالب، في مسرى النبيّ صلى الله عليه وسلم، أنها كانت تقول: ما أُسري برسول الله صلى الله عليه وسلم إلا وهو في بيتي نائم عندي تلك الليلة، فصلى العشاء الآخرة، ثم نام ونمنا، فلما كان قُبيل الفجر، أهبنا رسول الله صلى الله عليه وسلم فلما صلى الصبح وصلينا ...[3]
““Artinya: Telah menceritakan kepadaku Ibnu Humaid dari Salamah dari Muhammad bin Ishaq dari Muhammad bin Saib dari Abu Shalih bin Badzam dari Ummu Hani’ binti Abu Thalib dalam kisah Isra’nya Nabi Muhammad ﷺ bahwa Ummu Hani’ berkata: Rasulullah tidur di rumahku malam itu, beliau shalat Isya’ agak malam, lalu tidur. Kita pun juga tidur. Sebelum shubuh Rasulullah membangunkan kita. Ketika Shalat Shubuh, kita shalat bersama Rasulullah ﷺ....”
Imam at-Thabari (w. 310 H) dalam tafsirnya hanya menukil riwayat itu tanpa memberi tanggapan atau menjelaskan status riwayatnya.
Jadi jika kita baca kitab tafsirnya beliau; Jami’ al-Bayan fi Ta’wil al-Qur’an, kita akan temukan riwayat bahwa Nabi ﷺ shalat isya’ dan shalat subuh di rumahnya Ummu Hani’ saat Isra’ Mi’raj.
Tapi, apakah dengan dituliskan oleh mufassir dalam kitabnya, bahkan mufassir salaf dalam artian mufassir yang hidup abad awal hijriyyah pasti benar dan valid isi beritanya? Kita akan lihat. Kita lanjutkan dahulu.
- Sirah Ibnu Hisyam (w. 213 H)
Cerita tentang tidurnya Nabi Muhammad ﷺ di rumah Ummu Hani’, shalat isya’ dan shalat shubuh disana juga kita bisa temukan dalam buku sejarah yang sangat tua, yaitu Sirah karya Ibnu Hisyam (w. 213 H).
Ibnu Hisyam (w 213 H) menuliskan dalam bukunya riwayat yang sama tapi sanadnya tidak disebutkan:
قَالَ مُحَمَّدُ بْنُ إسْحَاقَ: وَكَانَ فِيمَا بَلَغَنِي عَنْ أُمِّ هَانِئِ بِنْتِ أَبِي طَالِبٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، وَاسْمُهَا هِنْدٌ، فِي مَسْرَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، أَنَّهَا كَانَتْ تَقُولُ: مَا أُسْرِيَ بِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إلَّا وَهُوَ فِي بَيْتِي، نَامَ عِنْدِي تِلْكَ اللَّيْلَةَ فِي بَيْتِي، فَصَلَّى الْعِشَاءَ الْآخِرَةَ، ثُمَّ نَامَ وَنِمْنَا، فَلَمَّا كَانَ قُبَيْلَ الْفَجْرِ أَهَبَّنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَلَمَّا صَلَّى الصُّبْحَ وَصَلَّيْنَا مَعَهُ...[4]
“Artinya: Muhammad bin Ishaq berkata: Suatu berita yang sampai kepadaku dari Ummu Hani’ banti Abu Thalib yang bernama Hindun tentang Isra’nya Rasulullah ﷺ bahwa Ummu Hani’ berkata: Rasulullah tidur di rumahku malam itu, beliau shalat Isya’ agak malam, lalu tidur. Kita pun juga tidur. Sebelum shubuh Rasulullah membangunkan kita. Ketika Shalat Shubuh, kita shalat bersama Rasulullah ﷺ....”
Jadi sangat wajar jika ada orang awam atau ustadz sekalipun yang berkata bahwa Nabi Muhammad ﷺ shalat isya’ dahulu sebelum Isra’ Mi’raj, paginya shalat shubuh di rumah Ummu Hani’. Kata ustadz kan tidak jadi patokan valid atau tidak. Bacaannya ustadz yang kitab gundul saja juga belum tentu valid. Apalagi yang cuma kitab gondrong.
Tapi wajar bukan berarti benar atau valid. Kita coba uraikan dan diskusikan.
- Jawaban Pertama, Riwayatnya tidak Valid
Dari sekian riwayat yang menyebutkan Nabi Shalat Isya’ di rumah Ummu Hani’, para ulama memberikan komentar.
Dari riwayat Imam at-Thabarani (w. 310 H) terdapat perawi yang matruk kadzzab dhaif, yaitu perawi bernama Abdul A’la bin Abu Musawir.
Imam al-Haitsami (w. 807 H) memberikan komentar terhadap riwayat Imam at-Thabarani diatas:
رَوَاهُ الطَّبَرَانِيُّ فِي الْكَبِيرِ، وَفِيهِ عَبْدُ الْأَعْلَى بْنُ أَبِي الْمُسَاوِرِ، مَتْرُوكٌ كَذَّابٌ.[5]
“Artinya: (Hadis ini) diriwayatkan oleh at-Thabarani dalam al-Kabir, di sanadnya terdapat Abdul A’la bin Abu Musawir, dia seorang matruk kadzdzab.”
Imam adz-Dzahabi (w. 748 H) memberikan komentar terhadap Abdul A’la bin Abu Musawir ini:
ضعفوه، قال يحيى وأبو داود: ليس بشئ. وقال ابن نمير والنسائي: متروك. وقال الدارقطني: ضعيف.[6]
“Artinya: (Para ulama) mendhaifkannya. Yahya dab Abu dawud berkata: laisa bisyai’. Ibnu Numair dan Nasa’i berkata: Matruk. Ad-Daraquthni berkata: dhaif.”
Jadi riwayat Imam at-Thabarani (w. 360 H) bisa dikatakan dhaif.
Bagaimana dengan riwayat dari Imam at-Thabari (w. 310 H) dalam kitab tafsirnya?
Para ulama menyebutkan bahwa Muhammad bin as-Sa’ib; salah seorang perawi dalam hadis tadi adalah perawi yang matruk. Imam ad-Dzahabi (w. 748 H) menyebutkan:
العَلاَّمَةُ، الأَخْبَارِيُّ، أَبُو النَّضْرِ مُحَمَّدُ بنُ السَّائِبِ بنِ بِشْرٍ الكَلْبِيُّ، المُفَسِّرُ. وَكَانَ أَيْضاً رَأْساً فِي الأَنسَابِ، إِلاَّ أَنَّهُ شِيْعِيٌّ، مَتْرُوْكُ الحَدِيْثِ.[7]
“Artinya:Allamah, ahli khabar, Abu an-Nadhr Muhammad bin Saib bin Bisyr al-Kalbi, mufassir, ahli nasab tapi dia Syiah dan matruk hadisnya.”
Bisa dikatakan pula riwayat dari Imam at-Thabari (w. 310 H) diatas adalah dhaif pula.
Bagaimana dengan riwayat dari Ibnu Hisyam (w. 213 H)? Sayangnya beliau tak mencantumkan sanadnya. Jadi tak bisa kita lacak darimana beliau mendapatkan sanad itu.
Tapi jika kita lihat, Ibnu Hisyam (w. 213 H) mendapatkan cerita itu dari Muhammad bin Ishaq dari Ummu Hani’. Padahal Muhammad bin Ishaq ini jika kita lihat dari riwayat Imam at-Thabari (w. 310 H) tidak langsung kepada Ummu Hani’, tapi melalui Muhammad bin as-Saib dari Abu Shalih bin Badzam, baru dari Ummu Hani’. Maka, susah jika dikatakan riwayat dari Ibnu Hisyam ini valid.
Bagaimana dengan Muhammad Husain Haekal (w. 1956 H)? Dia kan menulis cuma menukil dari buku-buku yang ada sebelumnya. Itulah jawaban pertama.
- Jawaban Kedua: Nabi Tidur di Rumahnya.
Riwayat yang menyebutkan bahwa Nabi Muhammad ﷺ saat malam Isra’ Mi’raj sedang menginap di rumah Ummu Hani’ binti Abu Thalib, selain lemah juga bertentangan dengan hadis shahih yang menyebutkan bahwa Nabi ﷺ tidur di rumahnya sendiri. Sebagaimana riwayat Imam Bukhari dan Muslim:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، قَالَ: كَانَ أَبُو ذَرٍّ يُحَدِّثُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "فُرِجَ عَنْ سَقْفِ بَيْتِي وَأَنَا بِمَكَّةَ، فَنَزَلَ جِبْرِيلُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَفَرَجَ صَدْرِي، ثُمَّ غَسَلَهُ بِمَاءِ زَمْزَمَ... (صحيح البخاري، 1/ 78، صحيح مسلم، 1/ 148)
“Artinya:Dari Anas bin Malik berkata: Abu Dzar berkata bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: "Saat aku di Makkah atap rumahku terbuka, lalu Malaikat Jibril turun, dia membelah dadaku kemudian mencucinya dengan menggunakan air zamzam. (HR. Bukhari Muslim).”
Maka, riwayat yang lebih valid menyebutkan Nabi ﷺ sedang bermalam di rumahnya, bukan di rumah Ummu Hani’ binti Abu Thalib.
- Jawaban Ketiga: Shalat Pertama Setelah Isra’ Mi’raj.
Shalat pertama yang dikerjakan Nabi Muhammad ﷺ dari kewajiban shalat 5 waktu adalah shalat dzuhur. Ingat ya, dari kewajiban shalat 5 waktu. Bukan shalat pertamanya Nabi Muhammad ﷺ.
Ibnu Hajar al-Asqalani (w. 852 H) menyebutkan:
سُمِّيَتِ الْأُولَى لِأَنَّهَا أَوَّلُ صَلَاةِ النَّهَارِ وَقِيلَ لِأَنَّهَا أَوَّلُ صَلَاةٍ صَلَّاهَا جِبْرِيلُ بِالنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ بَيَّنَ لَهُ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسَ.[8]
“Artinya: (Shalat Dzuhur) disebut shalat al-ula karena dia adalah shalat siang pertama. Katanya dia adalah shalat pertama yang dilakukan Jibril ketika menjelaskan tentang waktu shalat 5 waktu.”
Muhammad bin Yusuf as-Syami (w. 942 H) menyebutkan bahwa para ulama bahwa shalat dzuhur adalah shalat pertama yang dijalankan oleh Nabi ﷺ. Sebagaimana tulisan beliau:
أول صلاة صلاها النبي صلى الله عليه وسلم من الخمس مطلقا الظّهر بمكة باتفاق[9]
“Artinya: Shalat pertama yang dijalankan oleh Nabi Muhammad ﷺ dari shalat 5 waktu adalah shalat dzuhur di Makkah secara sepakat.”
Itulah beberapa jawaban dari riwayat yang menyebutkan Nabi ﷺ shalat isya’ dan shubuh di rumah Ummu Hani’ ketika Isra’ Mi’raj.
Lantas benarkan Nabi ﷺ sudah shalat sebelum Isra' Mi'raj? Ibnu Hajar al-Asqalani (w. 852 H) punya jawaban menarik terkait itu. Tunggu pada tulisan berikutnya ya. Ini sudah kepanjangan.
Kalo ada hal lain yang ingin ditanyakan, silahkan tuliskan kolom komentar. Semoga bisa dijawab pada tulisan berikutnya.
Terimakasih.
[1] Muhammad Husain Haikal, Hayatu Muhammad, hal. 128
[2] Hadis diatas diriwayatkan oleh At-Thabarani Sulaiman bin Muhammad (w. 360 H), al-Mu’jam al-Kabir, (Kairo: Maktabah Ibnu Taimiyyah, 1415 H), juz 24, hal. 432, Abu Bakar bin Abu Ashim as-Syaibani (w. 287 H), al-Ahad wa al-Matsani, (Riyadh: Dar ar-Rayah, 1411 H), juz 1, hal. 83
[3] Muhammad bin Jarir at-Thabari (w. 310 H), Jami’ al-Bayan fi Ta’wil al-Qur’an, (Baerut: Muassasah ar-Risalah, 1420 H), juz 17, hal. 331
[4] Abdul Malik bin Hisyam (w. 213 H), Sirah Ibnu Hisyam, (Kairo: Maktabah Mushtafa Bab al-Halabi, 1375 H), juz 1, hal. 402
[5] Al-Haitsami Nuruddin Ali bin Abu Bakar (w. 807 H), Majma’ az-Zawaid, (Kairo: Maktabah al-Qudsi, 1414 H), juz 1, hal. 76
[6] Syamsuddin adz-Dzahabi (w. 748 H), Mizan al-I’tidal, (Baerut: Dar al-Ma’rifat, 1382 H), juz 2, hal. 531
[7] Syamsuddin adz-Dzahabi (w. 748 H), Siyar A’lam an-Nubala’, (w. 1405 H), (Baerut: Muassasah ar-Risalah, 1405 H), juz 6, hal. 248
[8] Ahmad bin Hajar al-Asqalani (w. 852 H), Fath al-Bari, (Baerut: Dar al-Ma’rifat, 1379 H), juz 2 hal. 27
[9] Muhammad bin Yusuf as-Syami (w. 942 H), Subul al-Huda wa ar-Rasyad fi Sirah Khairi al-Ibad, (Baerut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1414 H), juz 3, hal. 113
Sumber FB Ustadz : Hanif Luthfi
13 Maret 2021 pada 08.43 ·