Menghargai Kelebihan Orang Lain
Menghargai kelebihan orang lain bukanlah sifat bawaan manusia, tetapi sifat yang butuh dilatih terus menerus hingga menjadi ahli. Tanpa dilatih serius, maka dapat muncul perkataan-perkataan yang sepintas benar tetapi sebenarnya bertujuan untuk menganggap kelebihan orang lain sebagai hal percuma, meskipun secara logika aneh sekali. Misalnya:
1 - Ketika melihat orang yang diluaskan rezekinya, lalu berkata: "Buat apa kekayaan, toh kekayaan tidak dibawa mati". Secara logika pernyataan itu bisa dibalik menjadi pernyataan yang juga benar tetapi absurd: "Buat apa hidup miskin, toh kemiskinan tidak dibawa mati". Selain itu kekayaan sangat besar potensinya untuk bekal mati bila digunakan secara tepat.
2 - Ketika melihat orang yang diberi wajah tampan/cantik, lalu berkata: "Buat apa wajah tampan/cantik, toh nanti kalau tua peyot juga". Pernyataan ini secara logika bisa dibalik: "Buat apa jelek sejak muda, apalagi nanti kalau tua?". Kalau anugerah wajah bagus tidak ada kelebihannya, maka apalagi wajah yang tidak bagus. Demikian juga dengan pernyataan: "Buat apa cantik fisik, yang penting cantik hati". Pernyataan terakhir ini tidak nyambung sebab yang cantik fisik bisa juga cantik hati dan sebaliknya yang tidak cantik fisik bisa juga tidak cantik hati.
3 - Ketika melihat orang yang diberi keluasan ilmu, lalu berkata: "Buat apa ilmu tinggi, yang penting kan amal". Secara logika, tinggi rendahnya ilmu tidak ada hubungannya dengan amal. Orang berilmu tinggi bisa beramal baik dan bisa juga tidak. Orang tidak berilmu juga bisa beramal baik dan bisa juga tidak. Yang jelas berilmu lebih utama daripada tidak berilmu.
Begitulah gambaran yang sering terjadi pada orang yang sulit menghargai kelebihan orang lain. Semua kelebihan duniawi tersebut Allah yang memberikan, baik kelebihan harta, ilmu, nasab, keelokan tubuh, banyaknya pengikut, popularitas, jabatan dan apa pun, semuanya dari Allah dan didapat murni atas kehendak Allah. Demikian juga kelebihan ukhrowi, seperti ketakwaan, kesabaran, qana'ah dan lain sebagainya juga dari Allah. Kelebihan yang manapun wajib disyukuri dan disambut gembira ketika dimiliki oleh seorang muslim.
Bila hati seseorang bersih, ia akan menghargai kelebihan-kelebihan itu dan mensupport orang lain yang memilikinya untuk bersyukur. Sebaliknya bila hati terkena penyakit hasud, maka ia akan meniadakan kelebihan itu dan menempatkannya selalu dalam konteks buruk seolah itu adalah kutukan dari Allah atau setidaknya hal percuma yang tidak perlu disyukuri. Mari cek hati kita masing-masing.
Dalam hadis sahih tercatat bahwa Nabi Muhammad pernah bersabda bahwa orang terbaik di masa jahiliyah adalah juga orang terbaik di masa islam ketika mereka mengerti aturan agama. Dari sini kita tahu bahwa Nabi Muhammad sama sekali tidak menafikan kelebihan yang dimiliki seseorang di masa jahiliyahnya, justru beliau tetap menghargainya ketika yang bersangkutan masuk islam. Karena itu tidak perlu heran ketika Khalid bin Walid Sang jenderal jahiliyah ketika masuk islam dijadikan jenderal pasukan muslim. Andai memakai logika hasud, tentu hilang lah semua kelebihan itu dan dianggap nol ketika masuk Islam.
Sumber FB : Abdul Wahab Ahmad
Kajian Islam · 20 Maret 2021 pada 15.16 ·