Ada yang tanya ke saya terkait isyarat sains modern pada peristiwa Isra' Mi'raj Nabi SAW. Saya bilang memang menarik membahas isyarat sains dalam peristiwa itu.
Namun kemukjizakat peristiwa ini nampaknya kurang efektif, khususnya kalau dikaitkan dengan bikin orang kafir jadi semakin percaya. Yang terjadi justru semakin menjauh.
Coba bandingkan dengan mukjizat Nabi Musa ketika tongkatnya jadi ular yang besar dan memakan ular-ular kecil milik para penyihir Fir'aun. Langsung mereka pada tobat dan mengaku beriman. Efektif sekali mukjizat Musa yang satu ini.
Sementara sepulang dari Isra' Mi'raj justru musyrikin Mekkah semakin menjadi-jadi keingkarannya. Semakin tidak percaya dengan risalah kenabian Muhammad.
Bahkan meski Allah SWT menambahi bonus mukjizat, yaitu meksi Nabi SAW di Mekkah, namun diperlihatkan suasana Masjid Al-Aqsha secara live, sehingga Beliau SAW bisa menggambarkan secara detail kayak apa penampakan masjid itu. Tetap saja orang kafir Mekkah tidak mau percaya juga.
Kalau kita bandingkan dengan teknologi zaman sekarang, maka pulang pergi ke masjid Al-Aqsha dalam satu malam, mudah dijawab pakai sains. Kita bisa naik pesawat terbang hanya dalam durasi 2-3 jam. Pulang pergi dalam semalam itu masuk akal dan bisa dijelaskan pakai teknologi kita.
Begitu juga melihat secara virtual jarak jauh, kita bisa menjelaskan secara sains. Toh teman-teman kita di Mekkah sekarang banyak yang live streaming dari depan Ka'bah, bahkan di masa pendemi seperti ini.
Hampir tiap hari saya nonton postingan mereka di Youtube terkait suasana di Mekkah secara live.
Namun ketika bicara tentang mi'raj ke langit tujuh dan sampai ke Sidratil Muntaha, jangankan teknologi di masa kita sekarang, bahkan secara fiksi ilmiyah pun belum bisa dijelaskan.
Beberapa film fiksi sudah mulai menghayalkan wahana antariksa (vasel) yang bisa menjelajah angkasa dengan kecepatan cahaya, yaitu 300.000 km/detik.
Maka kalau Nabi SAW kita hayalkan naik vasel dengan kecepatan cahaya, titik terjauhnya hanyalah dalam durasi semalaman saja yaitu 6 jam pergi dan 6 jam pulang, maka jarak yang ditempuh itu masih terlalu dekat. Belum sampai ke bintang terdekat di luar matahari kita.
Dengan vasel berkecepatan cahaya, kita bisa tiba di matahari kita dari bumi cukup 8 menit saja. Tapi kalau keluar ketepian Tata Surya (solar system) kita butuh lebih lama, konon sampai 6 jam. Jaraknya diperkirakan 6,4 miliar km dari Bumi.
Pesawat luar angkasa NASA, New Horizons menempuh perjalanan terjauh yang pernah dikendalikan umat manusia, yaitu sampai ke sebuah obyek di tepi tata surya.
Saking jauhnya jarak dari Bumi kesitu, sehingga perlu enam jam bagi sinyal komunikasi mencapai Bumi dengan kecepatan cahaya.
Sedangkan ke bintang di luar Tata Surya kita yang terdekat, yaitu Proxima Century, kita butuh waktu hingga 4,3 tahun lamanya naik vasel dengan kecepatan cahaya. Keburu tua kita baru sampai di bintang terdekat.
Nah, apakah kita mau mengatakan bahwa Sidratul Muntaha yang dikunjungi NAbi SAW cuma sebatas tepian terluar Tata Surya kita saja? Berarti belum melewati satu pun bintang di angkasa. Baru ke pojokan halaman belakang saja.
Padahal secara makna, istilah 'Sidratul Muntaha' itu adalah garis batas akhir, atau kalau pakai idiom Startrek sering disebut dengan : The Final Frontier.
Namun pesawat dengan kecepatan cahaya itu sendiri masih 100% teori, belum pernah ada wujudnya secara fisik. Masih merupakan dongeng ilmiyah yang bersifat menghibur saja.
Khayalan Startrek itu pun secara cerita baru terjadi nanti tahun 2063 (First Contact). Saat itu dihayalkan bahwa manusia telah menemukan pesawat berkecepatan cahaya dan pertama kali bertemu dengan bangsa Vulcan.
Masih ikuti alur timelime Startrek, Federation of Planets baru terbentuk di tahun 2161 (Enterprise). Zamannya Kapten James Tiberian Kirk dan Mr. Spock itu digambarkan terjadi di tahun 2260 s/d 2280-an (Startrek sesion 1-3). Lalu era Kapten Jean Luc Piccard dan Mr. Data terjadi pada tahun 2364 (The Next Generation).
Kalau pakai logika Startrek itu, jelas Sidratul Muntaha jauh sekali posisinya. Teknologi mereka pun belum bisa mencernanya, apalagi teknologi kita di abad 21 ini. Apalagi teknologi bangsa Arab di abad ke-7.
Wajar kalau orang Arab bukannya beriman, malah semakin kafir dan semakin tidak mau percaya. Bayangkan kalau misalnya di dalam Al-Quran itu juga tersimpan informasi teknologi abad 24, terbayang kayak apa tidak percayanya mereka.
Maka saya sendiri tidak terlalu sepaham dengan kalangan pro tafsir ilmi, yang agak ngotot ingin bilang bahwa di dalam Al-Quran tersimpan banyak informasi sains modern. Kalau memang benar iya, terus buat apa juga sains abad 24 diturunkan di abad ke-7 masehi?
Lalu bagaimana kita memahami perjalanan ke langit tujuh dan Sidratil Munhata yang masih belum bisa kita pahami, meski sudah pinjam hayal Startrek? Ya, kita imani saja, sebagamana Abu Bakar mengimani semua yang Nabi SAW ceritakan. Makanya dari situlah Beliau mendapat gelar : As-Shiddiq, yaitu orang yang membenarkan.
Allahuhumma shalli 'ala sayyidina Muhammad wa 'ala alihi washahbihi wa sallam.
(sumber gambar : en.wikipedia.org)
Sumber FB : Ahmad Sarwat
Kajian · 10 Maret 2021 pada 15.20 ·