Ilmu dan Ulama

Ilmu dan Ulama - Kajian Islam Tarakan

Ilmu dan Ulama

Zaman SD kalau kita berhitung matematika, tidak pernah dikenalkan dengan tokoh pakar matematika. Begitu juga terkait dengan ilmu alam, sama sekali tidak ada ilmuwan di bidang ilmu alam yang dikenalkan kepada kita.

Tapi masuk SMP dan SMA, saya mulai kenal nama Pitagoras dengan rumus segitiga siku-siku, A kuardrat plus B kuadrat sama dengan C kuadrat.  Jadi sudah tidak lagi bilang : kata pak guru, tapi kata Pitagoras. 

Begitu juga ketika di SMA ketemu Fisika, saya dikenalkan dengan tokoh fisika, Newton dengan hukum Newton 1,2 dan 3. 

Dan dikenalkan dengan model atom Niesl Bohr, Thompson, Dalton, serta susunan berkala karya Dimitri Mendeleyev.  Dan dikenalkan pula dengan Louis Pasteur. 

Waktu di SD, nama-nama itu nggak pernah disebut-sebut. Bahkan guru sekaligus wali kelas SD saya selama 3 tahun berturut-turut sejak kelas 4,5 dan 6, pak Luhut Simanjuntak, sama sekali tidak menyebut nama-nama itu. Mungkin nggak penting juga, ngapain anak SD kenal-kenal nama asing kayak gitu.

Tapi di SMP dan khususnya di SMA, nama para ilmuwan dengan rumus dan teori mereka nampaknya wajib diajarkan. Mereka adalah tokoh penting di dunia ilmu masing-masing, baik Matematika, Fisika, Biologi, Kimia atau pun lainnya.

oOo

Kurang lebih begitu juga ketika kita belajar ilmu agama. Ketika masih dijenjang pendidikan dasar, kita sama sekali tidak pernah dikenalkan dengan tokoh ilmuwan (ulama). Seolah-olah cuma ada guru atau ustadz kita saja.

Makanya dikit-dikit ngomongnya : kata ustadz saya. Ketahuan yang ngomong kayak gitu anak SD. 

Beda dengan yang ngajinya sudah mulai naik rada tinggi. Pasti akan keluar dari mulutnya : nama para ulama ahli di bidang disiplin ilmu masing-masing.

Ikut kuliah dengan Prof. Agiel Munawar waktu S-3, ribuan nama para ulama mengalir deras dari mulut beliau, lengkap dengan angka tahun wafatnya masing-masing. Plus judul-judul karyanya. Kadang buku-buku itu beliau bawa di kelas untuk kita fotocopy. 

Ini barulah namanya ilmu. Kajian ilmu dan ulama. Bukan logika anak SD : kata guru saya . . .

Ciri jenjang pelajaran yang lebih tinggi itu mulai ada klasifikasi jenis-jenis ilmu agama, maka kita sudah mulai wajib berkenalan dengan tokoh ilmuwan di masing-masing disiplin ilmu.

Misalnya, dalam ilmu baca Al-Quran, kalau masih dasar kita hanya tahu hukum Izhar, Idgham, Iqlab dan Ikhfa' doang, maka semakin tinggi pelajaran baca Quran semakin mengerucut dan semakin kita dikenalkan dengan nama-nama para ulama ahli di bidang ilmu tersebut.

Mulai kita mengenal qiraat Ashim dan Hafsh, Qalun, Nafi', Warsy dan seterusnya. Kalau yang masih IQRO' pasti tidak pernah dikenalkan dengan nama-nama itu. Istilah qiraat sab'ah pasti akan bikin bingung mereka yang ngaji Qurannya masih cetek.

Dalam Ilmu Tafsir, kita mulai dikenalkan dengan tokoh ulama tafsir, misalnya di kalangan shahabat ada Ibnu Abbas, Ibnu Mas'ud, Ali bin Abi Thalib. Lalu di zaman tabiin ada Mujahid, Atha' Thawus, dna seterusnya. 

Di zaman-zaman berikutnya kita dikenalkan dengan tokoh ulama ahli tafsir macam Ibnu Jarir Ath-Thabari, Ibnu Katsir, Al-Qurthubi, Ar-Razi dan seterusnya.

Begitu juga dalam bidang hadits, yang dasar-dasarnya pasti cuma belajar matan (konten/isi) hadits saja. Tidak kenal dengan tokoh semacam Ibnu Ash-Shalah, Al-Khatib Al-Baghdadi, Al-Bukhari, Muslim dan seterusnya. 

Dan di bidang ilmu fiqih, kita dikenalkan dengan tokoh besarnya di tiap mazhab. Ada Abu Hanifah, Abu Yusuf, Muhammad, Zufar di dalam mazhab Hanafi. Ada Imam Malik, Sahnun, Ibnu Rusyd, Al-Qarafi dalam mazhab Maliki.

Dalam mazhab Syafi'i kita kenal ada Al-Muzani, As-Syairazi, Ar-Rafi'i, An-Nawawi, Zakaria Al-Anshari, Ar-Ramli, serta Al-Qalyubi. 

Dalam mazhab Hambali selain Imam Ahmad kita kenal Al-Khiraqi, Ibnu Qudamah, AL-Mardawi, Al-Buhuti dan lainnya. 

Semua itu adalah nama tokoh besar dalam ilmu-ilmu keislaman. Dimana seorang yang mengaku sudah berilmu harus kenal dan tahu siapa sosok-sosok itu. Apa peranan mereka dalam bidang disiplin ilmu masing-masing.

Ibarat orang ngaku penggemar lagu dangdut, minimal dia kenal Rhoma Irama. Soalnya Beliau itu raja dangdut. Bahkan diksi istilah 'dangdut' itu sebenarnya mencuplik lirik lagu karya sang raja : dangdut suara gendang, rasa ingin berdendang. Terajana....

MAka ngaku penggemar keroncong, ya setidaknya tahu siapa Gesang dan Waljinah. 

Penggemar lenong minimal tahu Bokir, Nasir, Mopk Nori atau Mandra. Penggemar Campur Sari minimal kenal dengan Didi Kempot. Penggemar stand-up komedi minimal kenal dengan Om Indro, Raditya Dika, setidaknya David dan Dodit. 

Ngaku penggemar Rock Klasik minimal tahu The Beatless, Queen, The Rolling Stones, Scorpion, The Police, Van Hallen, Metalica, Led Zeppelin, Nirvana dst. 

Ngaku-ngaku punya ilmu agama, tapi anti dengan tokoh ulama atau malah sama sekali nggak kenal, kita malah jadi curiga berat.

 Jangan-jangan cuma ngaku-ngaku doang. Ngakunya penggemar dangdut, masak nggak kenal Bang Haji. 

Kalau ratu dangdut tahu nggak? Jangan jawab Inul. Tapi Hajjah Elvie Sukaesih. Kalau ngejawab Inul berarti belom Faqih dalam ilmu perdangdutan. 

Hehehe . . .

Sumber FB : Ahmad Sarwat

Islam · 8 Maret 2021· 

©Terima kasih telah membaca Blog Ardiz Borneo dengan judul "Ilmu dan Ulama". Semoga betah di Blog Ardiz Borneo®

Artikel Terkait