DEBAT ULAMA' TENTANG AL-QUR'AN
[Versi Ulama' Atsari/Hanbali Kontemporer]
Tulisan ini hanya untuk menunjukkan bahwa perbedaan antara Asy'ariyah dan Hanabilah Atsariyyah bukan khilaf yang sehingga mengeluarkan salah satunya dari Ahlussunnah wal Jama'ah. Dan ini terkait dengan perselisihan ulama' salaf tempo dulu tentang al-Qur'an sebagai kalamullah, termasuk khilaf tajam "kalam nafsi" yang diyakini Ahlussunnah Asy'ariyah dan Maturidiyah.
Pendapat pertama, mengatakan bahwa pelafazhan al-Qur'an adalah makhluk [pendapat Imam al-Karabisi, al-Bukhari, Muslim dll].
Pendapat kedua, mengatakan bahwa al-Qur'an adalah 'ibarat [ungkapan] dari kalam nafsi Allah [kalam tanpa suara dan huruf]. [Pendapat Imam Ibn Kullab dan al-Asy'ari]
Pendapat ketiga, mengatakan bahwa al-Qur'an adalah hadits [baru] atau muhdats. [Pendapat Ibn Taimiyyah dan Dawud Zhahiri]. Pendapat terakhir ini membedakan antara istilah "hadits" [baru] dengan istilah "makhluk" dan menyelisihi jumhur ulama'. Karena menurut jumhur, antara istilah "hadits" dan "makhluk" tidak berbeda sama sekali.
Sementara Imam Ahmad bin Hanbal [pelopor Hanabilah Atsariyyah] tidak menerima tiga pendapat diatas. Untuk pendapat pertama, menurut beliau, walaupun shahih [atau bid'ah mahmudah menurut istilah adz-Dzahabi] Imam Ahmad bin Hanbal memilih menghindarinya dengan alasan supaya kalangan awam tidak terjerumus mengatakan al-Qur'an adalah makhluk [hasman lil bab/sadd lidz dzari'ah].
Menurut Syaikh Musthofa Hamdu Ulayyan al-Hanbali yang menukil dari al-Mirdawi, Abu Ya'la dan as-Safarini, tiga pendapat diatas masih terbilang bid'ah yang ringan [walaupun terkadang muncul perselisihan panas] (versi Hanbali) sehingga tidak mengeluarkan pengucapnya dari Ahlussunnah wal Jama'ah. Clear ya?!
Yang berbahaya, adalah jika meyakini atau mengatakan seperti dibawah ini:
1. Lafazh dan makna al-Qur'an bukan dari Allah.
2. Menihilkan sifat kalam dari Allah [ta'thil].
3. Menisbatkan tajaddud dalam Kalamullah atau al-Qur'an [Allah berkalam, kemudian diam, berkalam lagi, diam lagi, dan begitu seterusnya].
4. Meyakini perkara hadits menetap dalam zat Allah [qiyamul hawadits bi dzatillah].
Empat keyakinan diatas menjadikan bid'ah mufassiqoh [fasiq] atau bahkan bid'ah mukaffirah [kafir]. Dan Alhamdulillah Asy'ariyah dan Maturidiyah tidak meyakini nomer satu hingga nomer empat diatas.
Sumber FB Ustadz : Hidayat Nur
Kajian · 14 Maret 2021 pukul 09.26 ·