Fiqih Perbandingan Mazhab

Fiqih Perbandingan Mazhab - Kajian Islam Tarakan
Fiqih Perbandingan Mazhab

Saya terus terang sering sekali dikritik beberapa pihak ketika membuka ruang fiqih perbandingan Mazhab. 

Kritik disini maksudnya meminta saya tidak usah bahas perbandingan Mazhab, dengan masing-masing alasannya. Beberapa ada yang nampak logis dan bisa saya terima, namun yang lainnya bisa saya jawab.

1. Takut Bingung

Ini alasan yang paling logis dan masuk akal. Saya pun menerima alasan ini. Khususnya kalau berhadapan dengan kalangan awam agama.

Mereka belajar fiqih untuk diamalkan, bukan untuk membanding-bandingkan. Pokoknya gurunya bilang A, mereka pun kerjakan A. Gurunya bilang B, mereka kerjakan B.

Saya sepakat kalau muridnya yang model-model begini, jangan bahas fiqih perbandingan Mazhab. Kasih saja satu Mazhab yang sesuai dengan mazhab kita yaitu Mazhab Syafi'i.

2. Takut Mencampur Mazhab

Nasehat ini salah satunya disampaikan Syeikh Hasan Hitou kepada saya. Saya kira masuk akal juga. 

Orang yang belajar fiqih perbandingan Mazhab cenderung tergoda untuk meracik sendiri beberapa unsur dan elemen Mazhab. Jatuhnya malah jadi talfiq. 

Seringkali banyak orang salah paham, dikiranya mentang-mentang dibilang semua pendapat itu benar, lantas boleh meracik ulang dan bikin Mazhab baru. Padahal itu jelas keliru dan salah. 

Maksudnya semua Mazhab itu benar bahwa kita tidak menyalahkan masing-masing Mazhab. Tapi kalau tiap Mazhab itu dipreteli isi perutnya lalu dikanibalisasi membentuk makhluk baru jadi-jadian, jelas keliru dan salah besar. 

Ini namanya talfiq yang diharamkan. Saya pun setuju hal itu.

3. Cukup Qur'an Sunnah

Kritik yang ketiga meminta saya tidak usah bahas perbandingan Mazhab fiqih, dengan alasan bahwa sudah ada Qur'an dan Sunnah. 

Cukuplah Qur'an dan Sunnah sebagai pedoman, buat apalagi masih berkutat dengan mazhab-mazhab fiqih buatan manusia. 

Nah yang ketiga ini jelas saya tolak karena alasannya rada ngawur. Sebab mustahil kita menjadikan ayat Qur'an dan hadits sebagai kitab fiqih, karena pembahasannya tidak detail. 

Ibaratnya kita mau menegakkan disiplin berlalu lintas di jalan, tapi pakai aturan yang masih gelondongan, yaitu Pancasila dan Undang-indang Dasar 1945. 

Tentu saja bukan pada tempatnya. Terlalu jauh kalau kita ditilang polisi dengan tuduhan melanggar Pancasila. 

Coba, mau pakai sila yang mana? Ketuhanan Yang Maha Esa? Ya nggak tepat lah yaw. 

Apa mau pakai sila kedua, kemanusiaan yang adil dan beradab? Pelanggarannya apa? Mobil saya terlalu mahal kah? Sehingga kurang berkeadilan sosial? Amat sangat tidak nyambung sekali lah deh.

Maka kalau mau menerapkan aturan dalam disiplin berlalu lintas, bukan pakai Pancasila dan UUD45, tapi pakai Undang-undang Lalu Lintas. Coba baca deh detailnya di webnya pak polisi. https://www.polri.go.id/tilang 

Nah undang-undang lalu lintas ini bisa jadi di tiap wilayah berbeda-beda, apalagi di luar negeri. Bahkan ganti tahun bisa direvisi ulang. 

Begitu juga urusan fiqih, kita membahasnya di dalam ilmu fiqih, bukan langsung bahas ayat Qur'an atau hadits. 

Makanya kita bisa kaji lebih mendalam dalam ilmu perbandingan Mazhab fiqih.

Sumber FB : Ahmad Sarwat

2 Januari  2021· 

©Terima kasih telah membaca Blog Ardiz Borneo dengan judul "Fiqih Perbandingan Mazhab". Semoga betah di Blog Ardiz Borneo®

Artikel Terkait