Imam shalat tarawih di Indonesia kadang menghadapi kondisi di mana masyarakat menginginkan tarawih berlangsung ringkas dan cepat. Hal ini barangkali karena kepentingan dan kebutuhan masyarakat yang berbeda-beda. Ada yang tergesa-gesa ingin istirahat karena seharian capek kerja atau mungkin ada urusan lain yang juga penting. Saat shalat tarawih dengan tempo pelan, sang imam tak jarang dianggap tidak mengakomodasi kepentingan masyarakat secara luas.
Shalat tarawih dengan bacaan yang lebih panjang dan kondisi yang lebih tenang tentu lebih utama dan menambah pahala. Tapi shalat dengan tempo yang lebih ringkas juga sah-sah saja asal memperhatikan beberapa catatan berikut ini. Pertama, rukun-rukun fi’li (gerakan fisik) harus tetap dilakukan secara thuma’nînah (tenang), yakni semua anggota badan terdiam tenang dengan waktu minimal selama orang mengucapkan kalimat tasbih subhânallâh. Rukun fi'li itu meliputi: berdiri (bila mampu), ruku', i'tidal, sujud, duduk di antara dua sujud, duduk untuk tasyahud akhir.
Kedua, rukun-rukun qauli berupa bacaan takbiratul ihram, Surat al-Fatihah, tasyahud (tahiyat) akhir, shalawat Nabi setelah tasyahud akhir, dan salam, harus sesuai tajwid. Aturan ini penting supaya orang tidak shalat dengan cara semaunya sendiri.
Dalam masalah tahiyat misalnya, dikatakan dalam kitab Fathul Mu’in sebagai berikut:
فلو أظهر النون المدغمة في اللام في أن لا إله إلا الله أبطل لتركه شدة منه كما لو ترك إدغام [تنوين] دال محمد في راء رسول الله
Artinya: “Apabila ada orang yang shalat membaca idh-har dari nun yang seharusnya dibaca idgham pada kalimat ‘al lâilâha illallâh’ maka hal tersebut membatalkan shalat sebab meninggalkan tasydid di situ sebagaimana jika ada orang yang meninggalkan membaca idgham tanwin ‘dal’-nya ‘muhammad’ pada kalimat ‘muhammadar rasulullâh’. (Syekh Zainudin Al-Malyabari, Fathul Muin, [Dâr Ibnu Hazm], halaman 119).
Terkait fokus dari tulisan ini, bagaimana caranya membaca tahiyat dengan cara cepat?
Dalam ilmu tajwid, metode bacaan dibagi menjadi tiga tingkatan kecepatan, yaitu tartil (tempo pelan), tadwir (sederhana), hadr (cepat). Pada pembagian yang terakhir yakni hadr tersebut, walaupun cepat, harus mengikuti aturan mîzân atau keseimbangan panjang pendek bacaan.
Selain tahiyat boleh dibaca cepat dengan huruf-hurufnya yang jelas terbaca, juga ada cara dalam membaca tahiyat supaya lebih cepat, yaitu membaca tahiyat dengan memilih kalimat yang wajib-wajib saja. Dalam kitab Fathul Muin dijelaskan kalimat yang ringkas dalam tahiyat minimal sebagai berikut teks lengkapnya:
فتح المعين بشرح قرة العين بمهمات الدين
وعاشرها: تشهد أخير وأقله ما رواه الشافعي والترمذي [الأذكار الأرقام: ٣٦٨- ٣٩١] : التيحات لله إلى آخره تتمته: سلام عليك أيها النبي ورحمة الله وبركاته سلام علينا وعلى عباد الله الصالحين أشهد أن لا إله إلا الله وأن محمدا رسول الله
Artinya: “Rukun shalat yang kesepuluh adalah tasyahud akhir. Minimal bacaan dalam tasyahhud akhir sebagaimana yang diriwayatkan oleh As-Syafi’i dan At-Tirmidzi adalah bacaan At-tahiyyâtu lillâh, salâmun alaika ayyuhan nabiyyu wa rahmatullâhi wa barakâtuh, salâmun 'alainâ wa ‘alâ ibâdillâhis shâlihîn. Asyhadu al-lâilâha illallâh, wa anna muhammadar rasûlullâh. (Syekh Zainuddin Al-Malyabari, Fathul Muin, halaman: 118)
Setelah tasyahud di atas, baru kemudian membaca shalawat:
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ
Dengan demikian, bagi para makmum yang sering ketinggalan dengan imam yang cepat, bisa mengikuti alternatif minimal bacaan tasyahud tersebut. Pada kondisi normal, disarankan untuk membaca tasyahud yang panjang supaya mendapatkan banyak keutamaan dan pahala yang banyak. Wallahu a’lam.
Ustadz Ahmad Mundzir, pengajar di Pesantren Raudhatul Quran an-Nasimiyyah, Semarang
Sumber: https://islam.nu.or.id/post/read/106156/bacaan-tahiyat-yang-paling-ringkas-untuk-tarawih- (Senin 13 Mei 2019 19:30 WIB)
#islam