TARAKAN – Tak hanya premium atau bensin, tapi puluhan nelayan di Kelurahan Lingkas Lingkas Ujung dan Selumit Pantai juga merasa kesulitan mendapatkan BBM jenis solar. Dampaknya, mereka pun terpaksa tidak melaut selama sepekan terakhir.
“Sudah hampir seminggu ini, kami semakin sulit menemukan solar. Kalaupun ada, tapi pihak agen selalu mengatakan habis, jadinya kami tidak dapat,” kata Abdullah, warga RT 17 Kelurahan Lingkas Ujung kemarin (27/4).
Muhammad Nung, warga RT 18 Lingkas Ujung juga mengatakan hal serupa. Diakuinya, ia sudah tidak melaut untuk mencari nafkah buat keluarganya lantaran sulit dapatkan BBM khususunya solar dan bensin.
“Tempat membelinya tidak tentu dimana saja yang ada di situlah kami beli,” kata Muhammad Nung.
Karena itu dia berharap, agar permasalahan ini segera diatasi pemerintah kota, sehingga mereka dapat kembali beraktivitas seperti biasanya tanpa dihantui ada hambatan lagi.
Terpisah, Nurdin, nelayan dan juga selaku petambak yang sering melakukan aktivitas melalui alat tranpostasi dengan menggunakan kapal trawl dan speedboat mengatakan, dalam seminggu ini dirinya tak menentu pergi ke lokasi pertambakannya yang terletak di pulau Tanjung Karis.
“Susah sekarang BBM. Kadang ada dan kadang tidak ada. Kalau pun ada, susahnya minta ampun dan harus berlomba-lomba dengan nelayan lainnya,” kata Nurdin.
Sejumlah nelayan ini mememinta kepada pemerintah juga memperhatikan para nelayan tradisional yang beroperasi di laut lepas. “Kita berharap mendapat perhatian dari pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan nelayan dengan tidak mempersulit mendapatkan bahan bakar yang juga dikarenakan membelinya dibatasi,” kata Nurdin.
Abdullah menambahkan, pasokan solar yang diecer biasanya didatangkan pertamina, baik melalui APMS, hendaknya dapat dijual eceran oleh pihak koperasi selaku pengecer seperti yang terjadi sebelumnya.
“Kalau di pangkalan-pangkalan itu ada seperti dulu, pasti tidak seperti ini terjadi kelangkaan secara umum,” katanya. “Di APMS Dahlia Djakaria jatah premium 330 ton per bulan selama 26 hari kerja sama dengan 12 ton atau 60 drum per hari. Termasuk SPDN koperasi Mina Herda jatah solarnya 50 ton per bulan selama 25 hari kerjasama dengan 2 ton per hari atau ada 10 drum. Artinya tidak ada lagi kosong SPBU, APMS, SPBB dan Koperasi, bebernya.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Disperindagkop dan UMKM Tarakan Aleksandra yang ditemui Radar Tarakan mengatakan, permasalahan itu disebabkan alokasi BBM di Stasiun Bahan Bakar Bunker (SPBB) Tarakan yang seharunya untuk sebulan hanya cukup selama 15 hari. “Alokasi di SPBB itu memang kurang. Kalau dulu jatahnya tidak terbatas. Sekarang turun menjadi 350 kiloliter per bulan tapi hanya cukup untuk setengah bulan saja,” beber Aleksandra.
Sehingga, lanjut Aleksandra saat ditemui di ruang kerjanya kemarin, kelangkaan atau kesulitan untuk mendapatkan BBM baik premium maupun solar dialami oleh seluruh pengguna alat transportasi laut baik angkutan jasa maupun para nelayan. “SPBB itu memperoleh jatah dari Pertamina Balikpapan, namun alokasinya yang menentukan di sini, tetapi untuk pertanggungjawabnnya ada di Balikpapan,” kata dia. Dalam permasalahan ini, kata Aleksandra menambahkan, pemerintah kota hanya menjaga agar BBM bersubsidi ini sampai ke tangan masyarakat yang benar-benar tepat.
“Kalau misalnya terjadi BBM bersubsidi itu dijual untuk industri, itu sudah bentuk kriminal. Nah tugas kita bagaimana mencegah dan menjaga ketersediaan stok,” bebernya.
Asisten Manager Eksternal Relation Unit VI Pertamina Balikpapan, Bambang S. Irianto menegaskan, secara akumulatif untuk SPBB di Tarakan selama ini pihaknya tak pernah melakukan pengurangan alokasi.
“Kalau memang cepat habis artinya alokasi sudah tak sesuai dengan kebutuhan masyarakat di sana,” ujar Bambang melalui telepon selulernya kepada Radar Tarakan.
Menurut Bambang, kuota dengan kebutuhan baik untuk darat maupun laut di kota ini sudah tidak seimbang lagi, sehingga kesulitan untuk mendapatkan premium maupun solar selalu menjadi masalah yang sering dialami masyarakat Tarakan. “Pertamina sudah menyalurkan BBM itu sesuai kuota. Tapi kalau memang ternyata tidak mencukupi, pemerintah daerah setempat seharusnya mengajukan untuk penambahan kuota atau alokasi ke pemerintah pusat,” saran Bambang.
Lantas apakah akan disetujui? Bambang menjawab, soal diberi atau tidak bukan menjadi kewenangan pihaknya melainkan pemerintah pusat. “Pertamina tidak wewenang untuk menambah. Masalah ini bukan hanya terjadi di Tarakan saja, tapi di Balikpapan juga saat-saat ini mengalami hal serupa lantaran alokasinya yang tak cukup. Khusus di SPBB, kalau memang selama ini cepat habis, nanti kita cek ke lapangan, ada apa di sana,” tegas Bambang S. Irianto.(sur)
Sumber : radartarakan (28 April 2011)