"Apa yang kita ketahui sekarang, minuman energi bisa mengandung seperempat cangkir gula dan lebih banyak mengandung kafein ketimbang secangkir kopi pekat," ungkap John Higgins, peneliti dari Fakultas Kedokteran Universitas Texas, Houston, AS, yang memuat risetnya pada jurnal Mayo Clinic Proceedings edisi November.
Kadar kafein dalam minuman energi bisa sangat beragam, yakni antara 70 dan 200 miligram setiap 16 ons penyajiannya. Sebagai perbandingan, secangkir kopi 8 ons mengandung 40-150 mg kafein, tergantung bagaimana kopi itu diseduh.
"Isu lain yang menjadi sorotan adalah tidak semua bahan yang terkandung dalam minuman energi dicantumkan pada label kemasan. Bahan-bahan seperti herbal stimulan guarana, asam amino taurin, serta ramuan, mineral, dan vitamin lainnya yang mungkin dapat berinteraksi dengan kafein luput dari label," ungkap Higgins seperti dilansir Reuters.
Kekhawatirannya adalah, bagaimana bercampurnya bahan-bahan tersebut akan memengaruhi denyut jantung, tekanan darah, dan bahkan kondisi mental, khususnya saat dikonsumsi dalam jumlah besar bersama alkohol atau saat dikonsumsi oleh atlet.
Higgins dan koleganya mengkaji ulang literatur medis mengenai minuman energi dan bahan-bahan pembentuknya antara tahun 1976 dan 2010. Tim Higgins hanya menemukan sedikit saja penelitian mengenai dampak dari hal tersebut.
Beberapa penelitian kecil itu, yang biasanya dilakukan terhadap usia dewasa muda yang aktif dalam kegiatan fisik, menunjukkan bahwa minuman energi dapat meningkatkan tekanan darah dan denyut jantung. Namun, bukti tentang adanya dampak lebih serius seperti serangan jantung, kejang, dan kematian masih dianggap sebagai anekdot.
Norwegia, Denmark, dan Perancis belum lama ini melarang peredaran minuman energi Red Bull setelah sebuah penelitian terhadap tikus menunjukkan, "Tikus-tikus yang diberi taurin menunjukkan perilaku aneh seperti gelisah dan bunuh diri."
"Kita bukanlah tikus. Namun, konsumsi minuman tersebut telah menunjukkan hubungan positif dengan perilaku berisiko tinggi," tulis Higgis dan koleganya.
Minuman berenergi kerap dipromosikan dan digunakan oleh atlet untuk mendapat "dorongan ekstra". Namun, Higgins dan timnya menyatakan, minuman energi berisiko menimbulkan dehidrasi serius terhadap penggunanya. Hal itu didasarkan pada cara kafein dan bahan-bahan lain dalam memengaruhi tubuh manusia.
"Air atau minuman olahraga beroktan rendah yang mengandung elektrolit, mineral dan karbohidrat menjadi pilihan yang lebih baik," tambahnya.
Higgins bilang, mereka yang bukan atlet sebaiknya tidak minum lebih dari satu sajian minuman energi per hari, tidak mencampurkannya dengan alkohol, dan minum banyak air setelah berolahraga.
"Mereka yang mengidap hipertensi sebaiknya jangan menenggak minuman energi, dan yang memiliki penyakit seperti penyakit jantung sebaiknya berkonsultasi dengan dokter sebelum mengonsumsinya. Aturan terhadap minuman energi dapat menjadi cara jangka panjang untuk mengatasi masalah yang mungkin terjadi," tambah Higgins.
"Industri dapat mencampurkan apa pun dalam minuman itu, membuat iklan semenarik mungkin, dan masyarakat pun dapat mengonsumi apa saja. Namun bila situasi terus berlanjut seperti ini, Anda akan terkena masalah," katanya.(reuters/antara)
Sumber: TribunKaltim (16 November 2010) Borneo
#Kesehatan