SANGGAU - Masyarakat Indonesia yang tinggal di wilayah perbatasan antara Kalimantan Barat dan Sarawak (Malaysia) lebih menyukai melakukan jual beli dan barter ke wilayah Malaysia karena mudah dijangkau dengan berjalan kaki, kata Dewan Adat Dayak (DAD) Kecamatan Sekayam Yordanus Pinjamin.
"Kalau berbicara nasionalisme, komitmen masyarakat perbatasan tidak perlu diragukan lagi. NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia), tetap merupakan harga mati. Namun, untuk mata pencaharian, jual beli atau barter, warga perbatasan lebih memilih ke Malaysia," kata Yordanus Pinjamin di Balai Karangan, Sanggau, Senin.
Menurut dia, masyarakat melakukan jual beli ke Malaysia, bukan karena harga barang lebih murah, tetapi karena di negara jiran tersebut ada penampung hasil bumi yang sudah dikenal masyarakat, sedangkan di Kalbar atau Indonesia tidak ada.
Bahkan, katanya, di negara bagian Sarawak itu barang masyarakat perbatasan masih bisa dilakukan barter dengan barang Malaysia yang dikehendakinya. Pinjamin mengatakan, salah satu hasil bumi yang dijual adalah sayur-sayuran dan rempah-rempahan, seperti lada, sangat diminati warga Malaysia.
Di samping itu, kondisi jalan ke tempat jual beli di Malaysia bisa ditempuh dengan berjalan kaki saja, sedangkan di pasar kecamatan akses jalan darat masih sulit dan kondisi alam mengharuskan menggunakan jalur sungai.
"Kegiatan warga pergi ke Malaysia hampir dilakukan tiap hari. Sebab, untuk pergi ke sana, bisa dilakukan dengan berjalan kaki dalam beberapa jam saja, terutama di daerah Pehuluan," ungkapnya.
Di samping itu yang membuat warga perbatasan memilih ke Malaysia adalah adanya faktor kekerabatan. Apalagi, menurut dia, tidak sedikit dari warga perbatasan yang masih memiliki kaum kerabat yang tinggal di Malaysia.
"Jadi, ketika keluar masuk Malaysia, tidak memiliki masalah berarti. Kita ini dengan warga negara tetangga, masih satu rumpun," katanya.
Pinjamin menambahkan, ketika mencuatnya ketegangan kasus Blok Ambalat, yang membuat hubungan dua Indonesia-Malaysia memanas beberapa waktu lalu, warga perbatasan merupakan warga yang paling resah, karena warga perbatasan khawatir terjadinya konflik.
Menurut dia, kalau terjadi konflik, peralatan Malaysia di perbatasan terlihat lebih canggih dari milik Indonesia, juga akses yang dibangun negara jiran jauh lebih siap, baik akses kegiatan sipil atau militer.
Ketua Dewan Adat Dayak Sekayam itu mengharapkan pemerintah Indonesia dalam pembangunan wilayah perbatasan harus serius dan segera, karena tampak secara langsung terjadi kesenjangan pembangunan antara wilayah NKRI dan Malaysia.
Sumber: KOMPAS (19 Juli 2010) Borneo
#Indonesia
#Malaysia