Matahari dan bulan rapi beredar. Bumi terhampar dan merindang tetumbuhan. Alangkah harum mekar bunga di taman. Dengan cinta, kita berlayar dan melahap mutiara di lautan. Mengais penghidupan di terang pelita dan beristirahat di malam menjelang. Tercurah air dan lain cinta tak terbilang. Lalu, cinta Tuhan manakah yang kita dustakan?
Inilah cinta. Cinta yang banyak kita dustakan. Mengingkari cinta dengan larut dalam kehinaan. Menumpuk kesalahan dan noda dosa memekat. Kita yang terlalu asyik bermain lumpur hitam. Masih menampakkan kemaksiatan dan berselimut kedzaliman. Jika Allah berkata, "Sesungguhnya manusia itu amat dzalim dan bodoh," memang benar adanya. Kita, manusia bodoh dan dzalim di muka bumiNya.
Kita pun telah mengerti. Telah mengetahui keburukan. Tapi, tampaknya perlu lagi ditegaskan. Jangan! Membunuh orang lain tanpa hak, mendengki, bersaksi dusta, berkata kotor, minum khamr, mengambil milik orang lain dengan batil, berbohong, menggunjing, mengkorupsi uang rakyat, berbuat mesum, menghamili tanpa hak dan mengingkari janji. Sekali lagi, jangan melakukan kejahatan dan keburukan.
Keburukan yang juga halus tak terlihat, bergerilya di hati tanpa kita sadari. Perbuatan-perbuatan yang tulus menujuNya telah tercemari. Shalat kita, puasa kita, bahkan perjuangan menegakkan kalimatNya masih tercampuri nafsu dunia. Ada banyak kepentingan mewarnai ibadah kita. Kita yang menuntut ilmu tanpa amal menyata. Kita yang mengkaji ilmu hanya untuk menampakkan kepandaian. Bahkan, dengan ilmu tampaknya menyampaikan pesan-pesan kebaikan, tapi justru menjual ayat-ayatNya.
Di atas dunia ini, kita memang berhadapan dengan musuh nyata. Musuh yang menyesatkan, mengajak kepada kemungkaran dan memperindah setiap keburukan. Musuh yang pernah berkoar, "Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan kesesatan padaku, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik perbuatan buruk di bumi dan pasti aku akan menyesatkan mereka." (QS. Al-Hijr (15) : 39). Musuh abadi kita. Itulah setan, musuh nyata kita hingga zaman mengakhiri kehidupan.
Keburukan yang benar-benar terang, tampak jelas di sini. Di sini, di atas dunia ini. Keburukan yang menodai zaman, kekhilafan yang memekatkan hati, noktah-noktah hitam pun terlahir dan perlahan menutup pintu cintaNya. Pintu cintaNya yang tertutup kabut dosa kita, bahkan Anas RA pun menyindir kita, "Sesungguhnya kalian melakukan perbuatan-perbuatan yang dalam pandangan mata kalian lebih halus dari rambut, tapi kami di zaman Rasulullah menganggap perbuatan-perbuatan tersebut termasuk dalam dosa besar." Dosa dan kesalahan yang menghilangkan keberkahan hidup. Kenestapaan dan kesempitan hidup pun melanda, kesulitan menjadi-jadi dan juga rizki tak kunjung mengalir.
Namun, inilah cinta. Dengan cinta, Allah tak menutup rapat pintu cintaNya. Masih membukakan pintu cintaNya tatkala kita bersegera membersihkan dosa. Memang benar kita tak pernah luput dari kesalahan, namun bukan kita jika tak pernah memohon ampunanNya. Bukan kita jika tak bersedia menyucikan jiwa.
AmpunanNya, hanya ampunanNya yang mampu membebaskan kita. Membebaskan kita dari kedukaan. Memberikan keberuntungan dan rizki dari arah tiada terduga. Rizki yang tidak hanya berupa harta, tapi apa pun yang mendatangkan kebaikan. Ilmu yang bermanfaat, kesehatan, kelapangan hidup, tiada berat menjalankan perintahNya, dan rizki lain yang tak terhitung jumlahnya.
Inilah cinta. Berlimpah cinta Allah untuk kita. Dosa kita, kesalahan kita, kekhilafan kita, keburukan kita yang menahan cintaNya. Di balik pintu itu, cinta Allah tertahan, padahal ada keberkahan hidup di baliknya. Detik ini dan saat ini juga bersama kita mengetuk pintu cintaNya. Bersama memohon ampun agar pintu cintaNya terbuka.
Penulis : Hendra Sugiantoro
From : imawati (im4bjgd@******.com)
Date : Wednesday, August 13, 2008 3:06:52 PM
#Story