Akademik Vs Non-Akademik
Ketika kitab Sayyidunâ Muhammad Rasûlullâh ﷺ Syamâ-iluhu al-Hamîdah wa khishôluhû al-Majîdah ini diterbitkan - dan Syekh Abdullah Sirâjiddîn telah menuliskan satu bahasan yang berharga mengenai kemaksuman Sayyidunâ Rasûlullâh ﷺ dari kesalahan baik itu yang sifatnya duniawi maupun ukhrawi dan beliau telah menuliskan banyak dalil untuk memperkokoh kemaksuman itu sekaligus menolak berbagai syubhat yang dimunculkan dalam masalah ini-, kitab ini dengan segala isinya yang memuat pembahasan-pembahasan langka diterima secara luas, terlebih oleh akademisi/ulama.
Hingga ketika seorang dosen di Fakultas Syariah, Universitas Dimasyq -saat itu beliau bergelar professor, mempunyai kedudukan tinggi baik akademik maupun sosial- menetapkan pembahasan kemaksuman Nabi ﷺ selama mengajar sirah Nabawi dengan beragam dalil/argumen yang telah disebutkan Syekh Abdullah Sirâjiddîn dalam kitab ini tanpa mengatakan pada para mahasiswa darimana datangnya argumen itu hingga hal itu membuat mereka sangat ingin mengetahui siapa alim yang menemukan dan memberikan kata-kata itu dalam bahasan ini.
Dan sang dosen ini terus-menerus melanjutkan dalam bahasan kemaksuman ini selama beberapa pertemuan, hingga ketika rampung, timbullah keinginan mahasiswa untuk mengetahui siapa al-allâmah al-kabîr yang telah menjelaskan argumen-argumen itu. Dosen itu pun berkata: Argumen-argumen itu datangnya bukan dari orang yang mempunyai ijazah 'aliyah/gelar akademik tinggi, tetapi beliau adalah orang alim yang tidak memiliki meskipun sekedar ijazah tsanawiyah. Argumen itu dari Syekh Masjid Jami' yaitu Syekh al-Jâmi' al-Allâmah al-Imâm al-Syaikh Abdullâh Sirâjiddîn.
=====
Ingat!!! Gelar akademik hanyalah kunci bagi gudang-gudang ilmu dan ma'rifat.
Sumber FB Ustadz : Nur Hasim
12 Maret 2021 pada 11.31 ·