Ratq

Ratq - Kajian Islam

Ratq 

Menyebutnya memang agak sulit, ratq (رتق). Artinya kira-kita mampet alias tidak terbuka, tidak mengalirkan sesuatu.

Pertama kali saya mendengarnya ketika lagi kuliah di Takmili LIPIA, baca kitab Kifayatul Akhyar. Babnya terkait 'aib pada wanita dalam pernikahan yang membolehkan terjadinya fasakh atau setidaknya dibatalkan pernikahan.

وترد المرأة بخمسة عيوب بالجنون والجذام والبرص والرتق والقرن

Wanita itu dikembalikan karena salah satu dari 5 aib yaitu junun, judzam, barash, ratq dan qarn. (Al-Hishni, Kifayatul Akhyar hal. 366)

Dosen kami orang Saudi saat itu bilang bahwa ratq itu aib pada kemaluan wanita, sehingga tidak bisa melakukan dukhul (penetrasi) saat jima', disebabkan saling menempel rapat. 

Lalu istilah itu saya temukan ketika membaca ayat Qur'an terkait langit dan bumi yang juga disebut awalnya berposisi RATQ. 

أَوَلَمْ يَرَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ كَانَتَا رَتْقًا فَفَتَقْنَاهُمَا ۖ وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ ۖ أَفَلَا يُؤْمِنُونَ

Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah RATQ (suatu yang padu), kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman? (QS. Al-Anbiya : 30)

Di terjemahan Kemenag, Ratq diterjemahkan menjadi sesuatu yang padu. Ya tidak salah-salah amat sih. Mungkin akan lebih ngepas kalau diterjemahkan jadi saling bertautan. 

Kalau berpadu terkesan itu merupakan satu kesatuan. Tapi kalau bertautan, memang dua benda yang berbeda tapi saling bertautan. 

Ibnu Katsir dalam tafsirnya dengan tegas menyebutkan makna ayat ini :

فقال ابن عباس: نعم، كانت السموات رتقا لا تمطر، وكانت الأرض رتقا لا تنبت.

Ya, langit itu tadinya ratq maksudnya tidak menurunkan hujan. Dan tanah itu tadinya ratq dalam arti tidak menumbuhkan tanaman.  (Tafsir Ibnu Katsir 5/339)

Lalu Allah berkehendak langit itu terbelah sehingga menurunkan air hujan. Lalu tanah itu pun merekah karena tumbuhlah tanaman. 

Makanya lafadz berikutnya ditegaskan bahwa dari air Kami menjadikan semuanya jadi hidup. 

Saya kok merasa tafsir Ibnu Abbas ini lebih nyambung dan lebih dekat konteksnya, ketimbang misalnya kita bicara teori bigbang. 

Memang agak keren sih kalau sampai bicara teori bigbang pas menjelaskan tafsir. Tapi kan gini, namanya juga teori, berarti kan kebenarannya belum pasti. 

Masak sih kita maksa mau menafsirkan Qur'an secara ilmiyah, tapi kebenarannya belum terkonfirmasi secara 100 persen?  Terus bagaimana misalnya di abad berikutnya, kebenaran teori ini terkoreksi? 

Kayak kejadian yang menimpa Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha (Al-Manar)  ketika menafikan ayat terkait jin dalam Quran. Mereka katkaab jin itu bukan makhluk ghaib, tapi makhluk nyata, hanya saja berukuran sangat kecil, sejenis mikroba atau kuman. 

Untuk ukuran zamannya mereka, dunia sains saat itu memang baru saja memperkenalkan makhluk sekecil itu. Jadi kesannya keren banget kalau bisa menafsirkan ayat Qur'an secara logika sains. 

Tapi kesini-kesini orang semakin sadar, kok kurang relevan ya mengira jin sebagai mikroba.  Malah jadi aneh dan ngganjel kalau dipikir-pikir.

Itulah mengapa para ulama seperti Sayyid Qutub memberi peringatan agar jangan terlalu mudah menafsirkan ayat Qur'an dengan sains. Menurut beliau justru sangat tidak masuk akal. 

Syeikh Mahmud Syaltut dan Asy-Syatibi juga senada. 

Lebih jauhnya bagaimana perdebatan kedua belah pihak, antara yang ingin men-sains-kan Qur'an dan yang menolaknya, silahkan baca buku pdf saya. 

https://www.rumahfiqih.com/sfnew/iat2.php?id=40707

Sumber FB : Ahmad Sarwat

Favorit  · 9 Februari 2021 pada 15.08  · 

©Terima kasih telah membaca Blog Ardiz Borneo dengan judul "Ratq". Semoga betah di Blog Ardiz Borneo®

Artikel Terkait